42. Hazel Eyes

6.6K 724 72
                                    

"Bisakah kita bertemu lagi?"

"Mungkin."

Kelopak mata gadis itu berkedut sayu. Sambil meremas gaunnya, dia ganti memandang ke bawah, melihat tangan kanan Var. Var tahu apa yang dia pikirkan, meski akhirnya kegugupannya meredam keinginannya itu. Tidak jauh di belakangnya, sebuah kereta kuda menunggunya. Argent Burö mengawasi.

"Jika aku tidak bisa mencarimu.. apakah kau yang akan mencariku-lagi?"

Bagaimana Var bisa melakukannya jika untuk menerobos dinding yang diciptakan Argent, Var harus berhadapan dengan Vighę?

"Kembalilah," ucap Var pada akhirnya, mengabaikan pertanyaan Silvana.

Gadis itu termangu. Berbalik kemudian melangkah menjauh, dia sempat beberapa kali menoleh pada Var. Argent menuntunnya masuk ke kereta kuda, membuat Var tidak lagi bisa melihat Silvana.

Dan dalam kebisuan, pandangan Var mengiringi langkah kuda yang beranjak pergi.

***

Var mengenakan setelan pakaian untuk perjalanan jauh. Dia mengeratkan sabuk, menalikan sepatu, kemudian memakai jubahnya. Keluar dari kamar, Var sempat berpapasan dengan seorang pelayan yang memberitahu bahwa Ratraukh memintanya ke ruang makan. Seperti biasa, Var tidak terlalu mengacuhkan perintah semacam itu. Jika Var berangkat sekarang, dia akan sampai ke Gihon lebih cepat-tidak ada alasan apa pun untuk menundanya, apalagi memakai alasan acara sarapan yang hambar.

Kali ini Var tidak memberitahukan keberangkatannya pada Rife. Laki-laki itu masih perlu waktu istirahat. Var tidak ingin mengganggunya. Biarlah dia berangkat sendiri ke Gihon saat kondisinya sudah cukup kuat.

Penjaga istal menyambut Var. Dia memberitahu jika tubuh Nii telah selesai di gosok dan memakan cukup rumput segar. Var bergeming dekat istal ketika Ratraukh menghampirinya. Laki-laki itu tidak menoleh. Dari sudut matanya saja dia bisa melihat Ratraukh berhenti persis di sebelahnya dan menyilangkan tangan.

"Kau menyelesaikan semuanya dengan baik di sini," kata Jenderal Kith tersebut. Sama sekali tidak ada nada kesal karena Var menolak mentah-mentah ajakannya untuk sarapan bersama. "Semuanya sudah kembali tenang, tapi kita tetap tidak boleh menurunkan kewaspadaan."

Tubuh Nii yang kekar menjulang di hadapan Var. Penjaga istal pun memberikan tali kekang Nii untuk diambil alih.

Sudah hampir seminggu berlalu sejak ketegangan di antara mereka usai. Ghaloth menganggap persoalan perompak telah selesai dan mengakui Raveann tidak memiliki sangkut paut dengan masalah ini. Salazar kembali ke Hurdu, bersamaan dengan Silvana yang pulang ke Vighę. Sulit dipercaya jika Negrissar dan Nagissa Harran sampai turun tangan langsung demi memastikan gadis itu ditemukan.

"Kalau saja istri Jenderal Ranoor tidak turun tangan, masalahnya tidak akan selesai semulus ini," ujar Ratraukh.

Var mengernyit. "Apa?" Apa hubungannya semua persoalan ini dengan Nagissa Harran? Var hanya tahu Nagissa berperan mempertemukan Silvana dan Argent, tidak lebih.

Ratraukh menoleh pada Var dan dia tersenyum penuh makna.

"Nagissa adalah putri sulung Raja Raveann. Dia terkenal sebagai putri paling kasar yang pernah ada. Ghaloth pernah memintanya menjadi permaisuri, tapi Nagissa memilih melarikan diri ke Ranoor. Dia sangat membenci Ghaloth. Mungkin kau seharusnya ada di sana saat Nagissa memberikan ultimatum pada Ghaloth supaya tidak mencari masalah dengan adiknya.

"Ghaloth merupakan tipe laki-laki yang tenang, meski berbahaya. Tapi saat Nagissa datang ke balairung waktu itu, aku yakin sempat melihat wajah Ghaloth memerah. Bukan hanya dia, Salazar pun sama. Apa kau tahu Nagissa pernah menjadi kepala asrama Ruby? Dia tahu baik Kith dan Hurdu tidak akan bisa menyentuhnya selama Raveann, Vighę dan Ranoor ada di belakangnya. Karena itu dia bisa menghardik dua orang itu-meski aku merasa tindakannya sangat beresiko."

Silver Maiden [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang