6. Fiona

15.2K 1.3K 7
                                    

Gadis itu membungkuk pelan kemudian menjulurkan kaki kanannya. Kaki tersebut kemudian mengayun tanpa menyentuh tanah. Selanjutnya dia berputar, melebarkan cape kuningnya sembari mengacungkan tongkat ritual yang penuh lonceng kecil pada ujung. Tongkat itu diarahkan ke langit, digerakkan seperti mengaduk-aduk udara seiring bunyi gemerincing yang dihasilkan.

Berada di jembatan layang yang menghubungkan dua paviliun Cith—bangunan bagian asrama Citrine, divisi spiritual—gadis itu memantapkan latihannya. Hanya hari ini waktu yang tersisa. Besok, dia harus sudah menarikan tarian pelindung supaya acara yang diselenggarakan Zaffir berjalan lancar. Ini tugas pertamanya, dan dia tahu tidak boleh ada kekacauan.

"Mengesankan sekali, Fiona."

Gerak gadis itu langsung berhenti. Dia sempat menoleh ke sana kemari sebelum melihat Dalga memberikan senyum dari atas jembatan. Fiona balas tersenyum—pipinya bersemu merah.

"Kau berlatih sendirian di sini?" tanya Dalga.

"Tadi yang lain juga di sini, tapi mereka sudah kembali beristirahat," jawab Fiona. "Tuan Dalga sendiri sedang apa di sini?"

"Oh, ayolah. Aku merasa tua kalau dipanggil tuan." Dalga pura-pura mendengus kesal. Melihat Fiona kebingungan, dan mengucapkan kata maaf, laki-laki itu tersenyum. Dia menumpukan sikunya untuk menopang dagu. "Selamat telah terpilih memimpin ritual pemberkatan untuk besok."

"Terimakasih. Apa tuan—.. maksudku Dalga akan datang ke sana juga besok?"

"Tentu saja. Semuanya juga menanti-nantikan ritual untuk Zaffir. Ini acara yang besar." Dalga menarik diri. Dia melihat Fiona secara tidak sengaja saat akan ke ruang dewan tadi. Rapat yang merepotkan seperti biasa. "Kalau begitu, silakan diteruskan."

"Ah, ya.." Fiona agak kecewa melihat laki-laki itu pergi begitu cepat. Dalga adalah kepala asrama Cith, jadi sudah pasti dia sibuk. Fiona lebih sering melihatnya dari kejauhan. Sungguh beruntung laki-laki itu menyapanya kali ini. Apakah Fiona boleh bersorak gembira karena jelas-jelas Dalga berhenti sejenak hanya untuk menyapanya?

***

"Quon! Quon!" Seseorang mengetuk pintu kamar. Gadis itu—Ana membuka pintu kamar setelah Quon menyahut. "Mau ikut ke Zaffir bersama? Semuanya sudah siap."

Quon saat itu tengah berbaring dengan kedua kakinya terangkat ke atas. Dia sangat kerepotan memakai kaus kaki. Seragamnya yang sudah susah-susah dia pakai dan kancingkan jadi kusut bukan main setelah tubuhnya berguling-guling di atas karpet. Ana sampai-sampai tidak tahu harus mengucapkan apa pada gadis urakan itu.

"Ada apa di Zaffir?" tanyanya sebelum menendang-nendang kayu kerangka ranjang. Demi apa pun! Kenapa tiba-tiba kaus kakinya jadi sempit?

"Ada ritual pemberkatan di sana. Setiap ada acara besar, pasti diadakan ritual. Apalagi kali ini di Zaffir. Kita bisa melihat wajah-wajah calon ksatria baru tahun ini. Ada Cyde juga!"

Ana pernah menggembor-gemborkan soal betapa kerennya kepala-kepala asrama tiap divisi, termasuk Cyde. Tidak mengherankan karena dia punya wajah yang tampan dan semua anak menghormati serta mengaguminya. Apalagi Zaffir boleh dikatakan sebagai asrama khusus laki-laki. Memang ada siswa perempuan di sana, namun jumlahnya bisa dihitung jari, dan kemampuannya tentu tidak main-main.

"Ritual pemberkatan. Membosankan," gumam Quon yang mendesis sebal. Menyerah menarik-narik kaus kakinya, dia memutuskan langsung memakai sepatu saja. "Kau pergi saja. Aku tidak tertarik."

"Kau yakin? Semuanya akan pergi, jadi tinggal kau saja yang di sini."

"Aku mau pergi ke tempat lain." Quon melompat berdiri. Menunjukkan deretan giginya, gadis itu tersenyum lebar.

Silver Maiden [Terbit]Where stories live. Discover now