21. Moon

10.4K 1K 19
                                    

Setelah meninggalkan Quon beberapa saat lalu dengan Rife dan Areah, Var memacu Nii pergi mencari tempat pandai besi. Begitu Var sampai di bangunan-bangunan yang saling berdempet, Nii melangkah pelan sembari pandangan laki-laki itu mengedar. Dia lalu berhenti saat mendengar bunyi palu beradu dengan besi pipih.

Kawasan yang ramai, pikirnya. Mungkin di sana merupakan satu-satunya tempat di mana mereka bisa mencari berbagai macam barang dan jasa keperluan. Sembari menunggu pandai besi memeriksa pedangnya, Var juga bisa berdiam sebentar dalam kedai. Nii dia tinggalkan setelah mengaitkan talinya di salah satu istal terbuka.

Ada setidaknya empat orang yang sedang menempa senjata. Salah satunya menoleh saat Var datang menghampiri.

"Selamat datang, Tuan. Apa yang bisa kubantu?"

Var seketika memunculkan pedangnya yang berselimut kabut biru yang indah. Pandai besi tadi sampai membuka mulutnya takjub. Jelas itu bukan pedang biasa. Var juga tidak meragukan kemampuannya, namun batinnya tidak tenang mengingat apa yang terakhir kali dia lakukan dengan pedang itu. Dia tentu ingat siapa Dalga. Laki-laki itu adalah siswa terkuat di divisinya. Serangan yang dia lontarkan pada Quon beberapa waktu yang lalu tidak main-main. Var memang berhasil menghalaunya, namun itu tentu saja menyebabkan efek yang tidak bagus pada pedangnya.

"Tolong periksa pedangku, dan perbaiki apabila ada yang cacat," kata Var.

"Tentu saja, Tuan. Kami juga sedang memperbaiki senjata lain. Tuan bisa mengambilnya besok siang."

"Aku ingin semuanya selesai sebelum pagi besok."

Pandai besi itu mengernyit ragu. "Tapi.."

"Aku akan membayar tiga kali lipatnya."

Terkejut, pandai besi itu terperangah selang beberapa detik. Dia akhirnya mengangguk menyetujui.

Var kemudian berbalik menuju ke kedai di mana suara ramai oleh pria-pria yang bicara dengan nada berat menyambutnya. Begitu menemukan meja yang kosong di sisi paling pinggir, Var pun menempatinya. Seorang wanita pelayan bercelemek menyambutnya dengan meletakkan sepiring kecil potongan roti tidak beragi.

"Apa kau ingin bir untuk menghangatkan tubuh, Tuan? Kami juga punya ayam panggang."

"Bir saja. Terimakasih," balas Var direspon anggukan pelayan tadi.

Begitu wanita paruh baya itu meninggalkannya, Var merogoh kantung dalam jubahnya. Dari sana dia mengeluarkan secarik kertas yang dilipat hingga membentuk gulungan kecil. Var baru mendapatkannya pagi tadi dari elang peliharaannya. Ratraukh Buriand—ayah Var mengiriminya surat untuk yang pertama kali sejak dia mengirim putranya itu ke Gihon. Var sudah membacanya di saat yang sama saat elangnya sampai, namun dia butuh memastikannya lagi.

Kematian Pangeran Mikhail sangat janggal, tulis Ratraukh. Aku berani bersumpah dengan nyawaku sendiri jika para prajuritku tidak akan melakukan hal di luar batas mereka. Menurutmu siapa yang paling diuntungkan apabila dia mati? Cari tahu semua hal mengenai Argent Burö untukku. Ada kemungkinan jika dalang pembunuhan Pangeran Mikhail berasal dari Vighę.

Apa ini serius? Var bertanya dalam hati. Memang jika dipikir-pikir orang yang akan mendapatkan keuntungan dari hilangnya pewaris satu-satunya tahta Vighę adalah Argent Burö. Tapi dengan atau tanpa kematian Putra Mahkota, bukankah Perdana Menteri tetap berada dalam posisi yang menguntungkan? Jika Pangeran Mikhail masih hidup, putrinya—tidak salah lagi—akan menjadi ratu yang ideal. Ataukah itu semata karena dia menginginkan kedudukan raja untuk dirinya sendiri?

Jika benar Argent Burö ingin bertahta—sesuai kata Rife, dia bisa melakukan kudeta dengan mudah. Tapi nyatanya pria itu tidak juga bergerak mengambil kekuasaan meski pun tidak ada pewaris di kerajaan ini.

Silver Maiden [Terbit]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon