53. Distant

7.1K 734 49
                                    

Posisi kursi kedua Diamond, merangkap sebagai kepala Harbutari bukan sebatas label bagi Cambyses. Meski harus dia akui, gelar tersebut meningkatkan keangkuhan dan arogansinya. Menggantikan Dominic, Cambyses juga memantau segala hal di Gihon, walaupun seringkali hanya berperan sebagai pengamat ketika kekacauan terjadi. Setidaknya dia bukan Aipy yang akan menertawakan keributan. Tidak perlu meragukan Cambyses yang jelas memiliki kapasitas otak yang lebih baik dibanding bocah setan itu.

Cambyses hampir selalu berada dalam Harbutari saat tidak sedang mengawasi. Dia jarang—bahkan hampir tidak pernah menampakkan diri di Gihon, selain pada para Diamond lain dan Dominic. Sekeliling tubuhnya tertutup oleh aura sihir sehingga tidak akan terlihat, sama seperti pagoda Harbutari.

Laki-laki itu telah bersiap sebelum matahari menyingsing di ufuk timur. Dia mengenakan jubah putihnya, dengan keliman suar pada pinggiran. Seragam di lapisan dalam berbanding terbalik—berwarna hitam berhias ukiran logam keemasan. Berdiri di depan cermin, dia memperhatikan telapak tangan sebelum memasangkan sarung yang ketat.

Cambyses boleh jadi tidak terlihat dengan mata telanjang, tapi aroma laudanum sangat kental hingga bisa menjadi penanda jejaknya.

Hari ini dia akan mengurus satu hal yang lumayan merepotkan. Sesuatu yang melibatkan Ruby, karena sudah hampir dua minggu lebih kursi kepala asrama dibiarkan kosong. Mereka harus secepatnya mendudukkan seseorang di kursi tersebut. Dan Cambyses berniat turun tangan.

Tidak disangkanya Kia berdiri di ambang pintu Harbutari. Cambyses tersenyum melihatnya memberikan tatapan curiga seperti biasa.

"Untungnya aku bukan orang yang akan mencabut bola matamu karena telah lancang menatapku seperti itu," gurau Cambyses. "Kau ingin menemaniku ke Ruby?"

Cambyses terus melenggang tanpa perlu mendapat jawaban Kia. Sihir yang menyelimuti tubuhnya akhirnya menghilang. Cambyses sengaja. Karena suka atau tidak, dia harus menekankan kehadirannya ketika menginterupsi rapat para siswa komite yang menyebalkan itu. Setelah Lilac membunuh Ramsee, mereka cukup kebingungan memikirkan siapa kandidat yang layak menjadi kepala asrama.

"Anda siapa? Tu-tunggu sebentar! Tidak ada yang boleh masuk ke dalam!"

Perhatian para siswa komite di sana langsung beralih saat pintu dibuka lebar-lebar. Siswa yang berjaga di luar kebingungan. Cambyses membukanya tanpa menyentuh gagang. Tenang, dia melangkah masuk diiringi tatapan aneh.

"Lancang sekali menerobos masuk!" Salah satu siswa membentaknya. Cambyses meliriknya sekilas dan dia seketika diam.

"Jubah putih.. bros diamond.. jangan-jangan.."

Cambyses tersenyum samar saat beberapa dari mereka akhirnya sadar. Dengan santainya laki-laki itu memutar meja berbentuk bingkai persegi panjang. Dia lantas berhenti dan duduk pada kursi yang diletakkan di paling ujung. Kursi yang biasa ditempati Lilac, kursi yang diperuntukkan khusus bagi kepala asrama.

"A-ada alasan apa sampai-sampai siswa Diamond sampai datang ke sini?" tanya salah seorang dari mereka.

"Membantu menemukan jalan keluar untuk para cecunguk yang tidak becus," jawab Cambyses.

Puluhan wajah yang merah padam itu kontan menghujamnya. Bukan rahasia lagi jika para Diamond kabarnya sangat kasar dan suka seenaknya sendiri. Kalimat Cambyses memperkuat dugaan itu. Tentu saja Cambyses bicara sarkas bukan tanpa alasan. Jangan pikir dia tidak tahu andil apa yang para siswa komite Ruby perbuat hingga bencana yang lalu terjadi. Bukan hanya Lilac dan Ramsee, kekacauan itu juga membunuh sembilan siswa Ruby dan lima siswa dari divisi lain.

Meski marah, mereka tidak akan berani membalas perkataan Cambyses.

"Jadi.." Punggung laki-laki itu melekat penuh pada sandaran kursi. Dua kakinya diletakkan menyilang di atas meja. "Daftar sampah seperti apa yang bisa kalian tawarkan padaku untuk menggantikan kepala asrama yang sudah kalian sia-siakan?"

Silver Maiden [Terbit]Where stories live. Discover now