Extended Chapter: Quon Burö

1.6K 143 3
                                    

Tidak ada yang pernah melihatnya. Tidak ketika dia dilahirkan. Tidak sekarang. Tidak juga di masa yang akan datang.

Karena rasa sakit yang tidak tertahankan, dia hadir. Di tengah derasnya air mata yang mengalir, di tengah genangan darah, berlian-berlian yang berserakan, dan di saat tangan kecil itu mengulur, iris Silvana Burö menjelma hitam kelam. Dirinya yang lain datang begitu singkat, memandang bayangan di sekelilingnya. Seketika dia membangun dinding es yang terlampau tinggi, dan bersumpah kebenciannya takkan pernah mencair ... selamanya.

***

Silvana menamainya Kiu. Rubah kecil yang cantik dengan bulu yang begitu bersih dan lembut. Keberadaannya membawa secercah keceriaan baru bagi Silvana di tengah sangkar yang memasungnya.

Dan untuk beberapa waktu lamanya, Quon tertidur.

Detik ketika dia membuka matanya, adalah untuk mendapati salah seorang dayang pengasuh tengah membuat luka sayat di tangannya. Luka awal disebabkan oleh Kiu. Luka yang kecil, karena kuku tajam makhluk mungil itu. Namun tergiur oleh khasiat darah titisan seorang dewi, si Dayang sengaja memperlebar lukanya supaya dia mendapatkan setetes darah untuk diselundupkan ke luar manor.

Silvana menangis pada mulanya--tidak mengerti apa yang terjadi. Kemudian Quon mengambil alih. Ketika si Dayang melukainya, dia menyadari gadis itu berhenti menangis. Namun baru saja dia mengangkat wajahnya demi menatap Silvana, tangan kecil itu tiba-tiba menghujam, menembus leher si Dayang.
Darah memercik ke segala arah. Quon menatap dingin, bergantian dari orang pertama yang dia bunuh, lalu tangannya yang berlumur darah segar.

***

Waktu berlalu dan tanpa Silvana sadari, kebenciannya tumbuh seiring dengan rasa takutnya. Takut pada semua hal di luar manor. Takut pada rencana penyegelan ulang. Hingga rasa takut pada ayahnya sendiri. Pun ketika gadis itu dipertemukan oleh seorang laki-laki yang berusia jauh di atasnya.
Seorang pangeran. Laki-laki yang akan mewarisi takhta Vighę. Mikhail Irridu-Hagil I.

Quon menolak tertidur. Bahkan jika Silvana memegang sepenuhnya kendali tubuh mereka, Quon akan tetap berdiam di satu sudut. Dia menunggu serta melihat keseluruhannya.

Apakah laki-laki itu tulus? Ataukah iblis seperti orang-orang Oltra yang lain? Quon menghabiskan waktunya untuk menerka--mengulang-ulang pertanyaan tadi berkali-kali.

“Kalau saja aku memiliki saudara kandung … aku ingin sekali menyerahkan mahkota ini dan membawamu berkeliling tempat-tempat yang akan kau sukai," ujar Mikhail suatu kali. Sesuatu yang sama sekali tidak Quon duga sebelumnya.

Quon menatap raut lembut laki-laki itu. Kata-katanya bukanlah suatu kebohongan. Mikhail mencintai Silvana yang naif sepenuh hatinya, tidak peduli awal mula hubungan mereka. Untuk pertama kalinya pun, Quon merasakan energinya melemah. Jauh dalam rumpang hatinya, Silvana mulai melupakan kebencian dan rasa sakit yang menjadi inti kekuatan Quon.

Quon termenung sendirian. Pelan-pelan menerima takdirnya yang mungkin akan musnah sebentar lagi.

Tapi takdir ternyata berkata lain.

Quon terseret paksa akibat arus yang begitu kuat. Setelah terbuai tidur bertahun-tahun, dia mengambil alih tubuh mereka--kali ini dengan luka yang jauh lebih menyakitkan, kebencian yang lebih besar, dan kemurkaan yang begitu gelap. Berbanding terbalik dengan cahaya menyilaukan yang berpendar dari tubuhnya, Quon merasakan ruang yang amat hampa dan getir.

Mikhail meninggal. Laki-laki itu tewas terbunuh dengan panah yang menembus jantungnya.

Apa kesalahan yang kami perbuat hingga layak mendapatkan kekejian ini?

Terkutuklah Oltra. Terkutuklah mereka semua. Negeri yang tidak akan pernah luput dari bencana besar.

Cahaya-cahaya yang menyilaukan meledak. Mata para prajurit buta. Ratusan korban berserakan dengan pusatnya di manor Burö. Raja Vighę dan Dominic Foquiz turun tangan dengan nyawa mereka sebagai taruhannya. Kabarnya pun sampai di telinga para cenayang Raveann. Dibantu oleh pasukan Taruhi, mereka akhirnya menangkap Quon, memasungnya di dalam mahligai es dalam vivarium yang dingin dan sunyi.

***

Mahligai dingin itu dibuat tanpa cacat. Cenayang terkuat tidak membiarkan ada sedikit pun celah yang mana akan membantu Silvana terbebas. Namun dia tidak menyadari satu hal: Quon yang tidak tertidur. Jiwanya berkeliaran tanpa raga dengan sorot kosong seperti orang mati, menatap Silvana yang terlelap rapuh.

Apa yang harus Quon lakukan supaya raga mereka terbebas?

Sosoknya melayang, berkeliaran dalam lebatnya hutan pinggiran sungai Tiberi. Tempat pertemuan pertamanya dengan Sira yang sekarat karena racun wolfsbane.

Haruskah dia mencobanya?

"Pinjamkan aku ... tubuhmu."  Sebagai ganti berlian yang membuat mayat gadis itu tetap hidup.

***

Tugas Sira adalah untuk menyebarkan berlian-berlian hitam guna menebarkan kegelapan di seluruh Oltra. Tapi siapa sangka seorang Kith dengan kemampuan mata yang istimewa itu mampu merusak rencananya dalam sekejap?

Varoscar Buriand. Laki-laki yang berbeda seratus delapan puluh derajat dari sosok Mikhail. Namun mengapa sosok itu begitu mengusiknya? Terlebih untuk Sira yang perlahan menganggap Var yang dingin sebagai seseorang yang menghiburnya.

Untuk kedua kalinya, Quon dipaksa untuk berdiam dan mengamati. Bagaimana mungkin laki-laki kasar itu juga tiba-tiba menjadi peduli dan menjadi pelindung Sira di saat yang sama?

Quon mengambil kesempatan merebut kendali tubuh Sira ketika gadis itu tidak sengaja tidur karena lelah. Untuk kali pertama sejak kematian Mikhail, Quon melupakan dendamnya sejenak dan terpaku memandang benda di hadapannya kini.

Sebuah gaun merah yang masih melekat pada manekin kayu.

Quon mengulurkan tangan menyentuh gaun yang lembut itu. Begitu halus dan amat cantik ...

Kenapa? Perasaan apa yang perlahan-lahan merayapi batinnya? Iri? Karena Varoscar menghadiahkannya untuk Sira, bukan untuknya?

***

Silvana memecahkan vivarium yang memasungnya di saat yang bersamaan ketika waktu Sira telah habis. Quon lagi-lagi bersembunyi, membiarkan jiwa Silvana yang kosong berkat trauma yang mendalam. Quon berdiam menanti. Dengan sabar menunggu seseorang yang pelan-pelan mengundang kerinduannya yang teramat sangat.

Quon mengenalnya lebih dulu dibanding Silvana.

Quon mencintainya lebih dulu, tidak seperti Silvana yang lebih dulu jatuh ke dalam pelukan Mikhail.

Mereka bertemu, dan Silvana memberitahukan namanya--bukan nama Quon. Quon masih berdiam diri dalam kesendirian yang getir. Kelopak matanya mengerjap sedih melihat Varoscar yang mulai mencurahkan perhatiannya pada Silvana. Quon menatap mantel merah pemberian Varoscar. Warna merah yang begitu cantik.

Seiring berjalannya waktu, semakin besar cinta Silvana pada Varoscar, sebesar itu pula kebencian Quon pada Silvana.

Quon berharap gadis lemah itu lenyap saja, bergabung dengan kehancuran Oltra.

Silver Maiden [Terbit]Where stories live. Discover now