63. Shattered (II)

5.7K 708 54
                                    

Keheningan menyambutnya saat membuka kuncian pintu balkon. Kia datang lebih larut daripada kemarin. Sudah cukup dengan memastikan Fiona bisa terlelap tanpa gangguan, Kia pun tidak ingin gadis itu terjaga hanya gara-gara kehadirannya. Itulah yang dia lakukan setidaknya selama empat hari ini.

Tapi kali ini perasaannya sungguh berbeda dengan malam-malam biasanya. Penciumannya yang tajam tidak menemukan keberadaan Fiona. Lentera kamar gadis itu pun telah padam. Kia seketika mencelus mendapati ranjang Fiona kosong.

Panik, Kia menghambur keluar kamar tersebut. Dia merutuki diri begitu mengetahui pintu di sana tidak tertutup rapat. Telunjuknya menyentuh gagang pintu, membayangkan dalam benak jika sesaat lalu sang Pemilik kamar membukanya lalu terburu-buru keluar tanpa sempat menutup kembali.

Gadis itu tengah ketakutan. Dia pergi demi menyelamatkan diri dari apa pun yang tengah mengejarnya.

Kia menggertakkan rahang. Sosoknya melesat cepat demi melacak keberadaan Fiona. Mata hijaunya menatap nyalang ke sekeliling, mencoba menemukan apa pun yang bisa dijadikan petunjuk. Sejauh ini, dia hanya mendapati kegelapan membekukan.

Kia melepas kuncian semua kepekaan inderanya hingga menjadi berkali-kali lipat. Mata zamrudnya berubah bagaikan manik serigala yang mencari mangsa dalam kegelapan hutan pinus. Berlian yang tertanam di punggungnya memancarkan sinar kerlip. Dalam sekejap dia menemukan satu dimensi aneh menyerupai lorong bawah tanah.

"Jaga dia untukku. Jaga temanku, Kia. Jangan sampai dia terluka. Aku mengandalkanmu."

Silvana telah menaruh perhatian pada Fiona, bahkan sejak dirinya berada dalam tubuh Sira. Gadis yang sungguh baik. Selalu mendahulukan hal lain yang dianggapnya lebih penting daripada masalahnya sendiri. Masih segar ingatan Kia tentang bagaimana gadis itu menawarkan diri membantu mencari Silvana yang waktu itu menghilang di Raveann.

Rautnya kala bersungguh-sungguh. Usahanya demi menjaga Silvana tetap aman sewaktu di Phranoa. Juga wajah penuh rona canggungnya saat memandang Kia.. Serta kecupan yang dilayangkan gadis itu untuknya terakhir kali..

Kia kalut. Pikirannya mengabur. Secepat bayangan, laki-laki itu melintasi terowongan bawah tanah serupa gorong-gorong yang menyebarkan aura negatif. Kini dia seperti dihadapkan pada sebuah sarang raksasa, di mana sesosok binatang buas menunggunya. Ketika akhirnya penciuman Kia menangkap aroma Fiona yang samar-samar dari kejauhan, dia tidak lagi bisa menahan diri.

Laki-laki itu melepaskan cambuknya. Rantai besi yang dipenuhi duri tajam tersebut menebas. Dinding beton di hadapannya seketika terbelah. Bunyi bergemuruh tidak terhindarkan. Tanpa menunggu tembok itu runtuh, Kia segera meringsek masuk.

Apa yang dia lihat kemudian membuat sekujur tubuhnya membeku.

***

Air yang menggenang di selaput matanya, mencegah Fiona untuk menyaksikan detik-detik mengerikan itu. Seringai iblis itu sungguh menikmati ketidakberdayaannya. Setelah hampir mencekiknya, Ghaloth mengkoyak ikatan gaunnya. Tubuh Fiona menghempas. Tidak peduli sekeras apa pun dirinya berteriak dan menjerit, ketakutannya dieksploitasi habis-habisan.

Tenggorokan Fiona tercekat merasakan bagaimana lehernya diterkam dengan ganas. Iblis itu menindihnya yang dalam keadaan berbaring terbalik. Robekan pada gaunnya melukai tiap serpih harga diri yang telah dijaganya bertahun-tahun. Tangan Fiona ditekuk melancip di atas punggung yang mana memberikan rasa sakit hebat yang membuatnya mengejang.

Jeritannya kian menjadi. Pita suaranya tinggal selangkah lagi hancur. Sepasang tangan dingin yang padat milik jasad yang ditempati Ghaloth mulai menyerang titik-titik yang menyalakan sinyal kusut dalam otak Fiona. Rasa sakit itu menyayatnya tanpa ampun. Jiwanya tercabik secara mengenaskan.

Silver Maiden [Terbit]Where stories live. Discover now