76. Splinters

8.4K 747 162
                                    

Setelah mendengar kabar bila raja mereka berhasil ditumbangkan, para prajurit kalang kabut. Ratraukh dengan segera mengambil alih. Dia menginstruksikan mereka semua untuk mundur, tidak terkecuali pasukan Hurdu yang bergabung. Kondisi yang tidak jauh berbeda juga terjadi pada resimen Hurdu. Rombongan tentara Salazar porak poranda. Kabarnya laki-laki itu terluka parah dan harus dilarikan secepat mungkin ke tempat yang aman.

Di tengah-tengah mayat-mayat yang berserakan, Rife berjalan gontai sembari mengedarkan pandangan ke sekeliling. Dia menjadi salah satu dari sedikit prajurit yang selamat di bawah komando Manuel. Mengingat saat-saat kritis sesaat lalu, adalah suatu keajaiban dewi fortuna berbalik ke pihak mereka.

Lalu di mana Jenderal Ranoor itu? Setelah Manuel berlari ke arah Salazar, pria itu tenggelam dalam cahaya yang besar disusul dengan ledakan berkekuatan tinggi. Cyde yang paham dengan perbuatannya, lantas memerintahkan mereka semua supaya menyingkir. Kemungkinan Manuel telah tewas. Tapi toh tidak ada salahnya mencari sisa jasad pria itu karena sekarang kondisinya telah aman.

Lama Rife melihat wajah-wajah yang telah ditinggalkan kehidupan itu. Tidak kunjung menemukan apa yang dia cari, Rife pun memutuskan kembali ke markas Vighę. Namun samar-samar kemudian, dia tidak sengaja mendengar suara lenguhan seseorang.

Dekat tombak yang berdiri menancap di tanah, seseorang berbaju zirah itu menggerung, seperti sedang berusaha berdiri tapi tak mampu. Rife mendekatinya perlahan dan berhati-hati. Setelah memastikan pakaian perang yang dia kenakan berada di pihaknya, Rife menghampiri begitu mengetahui dia bukan musuh.

"Tuan!" Rife menyapanya dengan senyum berseri-seri. Laki-laki itu cukup senang karena bisa bertemu dengan Jenderal Ranoor sepertinya. Kegembiraannya bertambah karena pria itu selamat, meski tampak sangat berantakan.

Manuel mengerjap-ngerjap lalu mengerutkan kening menatap Rife. Dia tengah berbaring telentang. Ledakan yang dihasilkannya tadi membuat tubuhnya lumpuh dari perut sampai ke kaki.

"Aku ingat wajahmu. Kau bersama temanmu yang berkhianat itu kan?"

"Nama saya Rife, Tuan," balas Rife sembari tersenyum lebar, namun kemudian dia mengaduh karena pada atas bibirnya terdapat luka sobek. Susah payah, dia membantu Manuel berdiri. Sungguh, tubuh pria itu berat sekali sampai mereka sempat terjatuh dua kali sebelum mampu berpijak dengan benar.

"Kalian tidak kelihatan seperti pengkhianat," ujar Manuel saat dipapah. "Pengkhianat hanya akan melakukan hal yang menguntungkan bagi mereka. Mengejutkan kau berhasil menemukanku sebelum mereka membakar mayat-mayat yang berserakan di sini."

"Saya hanya beruntung." Rife tertawa kecil. "Saat saya mendengar kalau Jenderal Ranoor bergabung, saya memutuskan untuk membelot."

"Kenapa kalian melakukannya? Lagipula siapa laki-laki yang bersamamu itu?"

"Namanya Varoscar. Dia sahabatku," aku Rife. "Meski wajahnya keras, dia orang yang baik. Dia tidak setuju pada langkah yang diambil raja kami. Raja kami dan Raja Hurdu bukanlah penguasa yang baik apabila mereka meraih kemenangan."

"Jadi kalian adalah orang yang punya pikiran lurus."

Mendadak Rife tertawa. "Untuk dia memang benar, tapi saya punya alasan tersendiri. Saya akan menjadi orang Ranoor tidak lama lagi."

"Apa yang membuatmu yakin Ranoor akan menerima seorang pengkhianat?"

"Ada perang ini atau tidak, saya akan tetap jadi orang Ranoor. Aku akan menikahi kekasihku yang berada Ranoor, Tuan."

"Oh? Kau akan menikah? Selamat kalau begitu."

Di luar dugaan obrolan keduanya mengalir selancar sungai Tiberi. Manuel sangat ramah. Seringai jahilnya selalu menghias di wajahnya yang terukir tegas dan kuat. Rife seperti menemukan saudara di luar kerabatnya yang seringkali menjengkelkan.

Silver Maiden [Terbit]Where stories live. Discover now