52. Rain Resonance

7.1K 747 26
                                    

Dua kali mengetuk dan tidak mendapat jawaban, Fiona memutuskan membuka pintu. Batinnya selalu gelisah, akibatnya dia tidak bisa tidur nyenyak. Gihon masih berkabung dua hari sejak acara penghormatan terakhir untuk Lilac sebelum gadis itu dikirim kembali ke keluarganya di Larөa. Tentu saja tidak ada yang lebih terpukul oleh kejadian ini selain para kerabat Lilac, tapi Fiona tahu persis seseorang lagi yang juga merasa amat kehilangan.

Di balik meja kerja tersebut, sosok Dalga tidak nampak. Fiona sempat menduga laki-laki itu tengah pergi keluar. Namun semilir angin yang menggerakkan tirai mengundangnya menoleh. melangkah perlahan, Fiona pun mendekati balkon. Dalga terlihat memunggunginya.

Keheningan seringkali menceritakan lebih banyak dari ribuan kata sekali pun.

"Dalga.." Ragu-ragu Fiona memanggilnya.

Dalga berbalik. Laki-laki itu tersenyum amat tipis sebagai ganti salam pertamanya hari ini. Ralat. Itu adalah salam pertamanya sejak Lilac tidak lagi bernapas. Dia tidak banyak bicara beberapa hari ini. Meski Cyde sempat menawarkan bantuan, Dalga bersikeras meneruskan semua pekerjaannya seorang diri.

"Kau baik-baik saja?" tanya Fiona. "Tugas yang kau beri padaku kemarin sudah selesai tepat waktu. Jangan sungkan membaginya denganku. Aku tahu kau belum sembuh benar.." Salah. Fiona tahu Dalga baik-baik saja secara fisik. Tapi tidak dengan mentalnya.

"Bersemangat menjadi kepala asrama sebentar lagi?" balas Dalga kemudian melangkah melewati Fiona. Dia kembali ke kursinya. "Karena kau punya hubungan yang sangat baik dengan komite, sepertinya tidak akan masalah jika aku mundur lebih awal."

"A-apa?" Fiona mengerjap terkejut. Tentu dirinya tahu jabatan kepala asrama akan berakhir tidak lama lagi. Tapi masih ada beberapa bulan tersisa, dan mendengar laki-laki itu menyinggungnya secara gamblang, Fiona tahu ada yang tidak beres.

Dalga tersenyum. Lagi-lagi senyum yang palsu. Senyuman yang pahit. Fiona selalu menyukai senyuman laki-laki itu, tapi tidak dengan yang ini.

"Aku akan menyelesaikan semuanya lebih cepat dan kembali ke Raveann."

Tidak. Tidak boleh!

"Bagaimana bisa kau—!"

"Fiona, tidak ada yang perlu dipermasalahkan. Kau pantas menerimanya karena kerja kerasmu. Lagipula sekarang hanya tersisa beberapa pekerjaan yang tidak memerlukan kehadiranku secara langsung. Anggap itu sebagai pemanasan."

"Bukan itu!" Saking bingungnya Fiona tidak sadar suaranya naik satu oktaf. "Ini terlalu mendadak. Komite akan menentangnya. Kepala asrama tidak bisa memutuskan hal sepenting ini secara sepihak!"

Tidak disangka-sangka, Dalga mengangguk membenarkan. Akan tetapi raut tenangnya membuat Fiona gusar. Dalga mengamati ekspresi Fiona, menghela napas, selanjutnya bangkit berdiri dan membelakangi gadis itu lagi.

"Bahkan Kepala Sekolah tidak akan bisa menahanku, kau tahu?" Seolah sedang diberikan waktu sebentar untuk menyisir ruangan tempat itu sebelum kepergiannya, pandangan Dalga mengedar. "Aku sudah memberikan semua yang aku bisa demi posisi ini.. dan Gihon. Kupikir semuanya berjalan dengan sangat baik. Pada akhirnya aku gagal memisahkan pekerjaan dan perasaan pribadi."

Air matanya menyeruak tanpa bisa ditahan. Kepedihan Dalga menular pada Fiona. Bagaimana mungkin Fiona tidak menyadari perasaan laki-laki itu sebelumnya? Dalga menyembunyikannya dengan sangat baik. Posisi kepala asrama yang diembannya membuat laki-laki itu punya wibawa dan pengendalian diri yang luar biasa. Dan saat melihat Dalga mendekap tubuh Lilac beberapa waktu yang lalu..

"Apakah kau juga akan berkunjung ke Larөa?" tanya Fiona pelan.

Dalga tersenyum getir. "Mungkin."

Silver Maiden [Terbit]Where stories live. Discover now