57. Anomaly

6.4K 703 30
                                    

Silvana berlari dan tidak peduli derap kakinya menggaung di lorong. Dia selalu lebih leluasa berkeliaran di Ruby saat jam pengajaran. Mengherankan tidak ada yang melayangkan protes karena gadis itu hampir tidak pernah masuk ke kelas. Penilaian yang didapatnya berasal dari guru yang menjadwalkan dia mengujikan materi sesekali. Hasilnya mencengangkan: skor paling tinggi di angkatannya.

Tipikal siswa yang langka sekali. Bahkan boleh jadi dia sama menjadi seenaknya seperti siswa Diamond. Namun melihat "kebodohan" yang mereka lihat sesekali dari Silvana, mereka menyimpulkan hal itu tidak mungkin. Dia boleh jadi menguasai tiap materi yang diajarkan di Ruby, tapi caranya mengontrol kekuatan payah sekali. Aura yang terlihat saat Silvana mengancam dewan komite tidak lagi muncul sejak saat itu.

Derian sedang mengulas materi yang ditanyakan sepasang siswa di dekatnya ketika Silvana memberanikan diri menghampiri. Mata Derian sempat melirik pada gadis itu, tapi dia tidak terpengaruh dengan tetap menuntaskan penjelasannya. Barulah ketika sepasang siswa tadi pergi, perhatian Derian tercurah seluruhnya pada Silvana.

"Darimana?" tanya laki-laki itu ditambah senyum yang ramah.

"Arboretum peoni."

"Apakah kau sudah menemui seseorang seperti yang kubilang?"

Silvana mengangguk. "Dia manis sekali. Dia melahap semua makanan yang kubawa. Dan dia suka bermain petak umpet." Meski saat bersembunyi, Silvana bisa langsung menemukan tubuh gempal Nabu yang seperti ikan buntal raksasa itu.

Seperti dugaan Derian, dua orang itu cocok. Nabu yang hampir tidak pernah berinteraksi dengan orang-orang di luar Harbutari, dan Silvana yang menghabiskan bertahun-tahun masa kanak-kanaknya terus berada di kurungan. Mengendalikan keduanya cukup dengan perhatian kecil.

"Jadi kalian berteman?"

Silvana mengembangkan senyum dilanjutkan dengan tawa kecilnya yang untuk pertama kali dilihat oleh Derian. Aura gadis itu langsung tertangkap matanya. Bukan seperti aura kebanyakan orang-orang di mana Derian akan melihat kilau satu warna saja. Silvana memiliki gradasi layaknya berlian yang memantulkan sinar. Bening sekaligus berwarna. Lembut, tapi di sisi lain nyaris tidak tertembus.

Bagaimana jadinya jika inti kekuatannya tercemar?

"Aku lupa menyinggung guru. Apa guru juga berteman dengannya? Kami janji akan bermain tiap satu minggu di tempat yang sama."

"Tentu saja kami kenal baik," kata Derian. "Kalau tidak, mana mungkin aku mengenalkan kalian."

Supaya nantinya, baik Silvana dan Nabu bisa menjadi pion terkuatnya saat satu demi satu negeri Oltra berjatuhan.

"Sayang sekali, aku harus pergi sekarang. Murid-murid menungguku."

"Saya akan datang ke kelasmu kapan-kapan," balas Silvana. Gadis itu kemudian berbalik pergi dengan setengah berlari. Sebelum sosoknya menghilang ditelan lorong ketika berbelok, dia sempat melambai semangat pada Derian yang masih bergeming.

***

Ruang ritual berada di bawah tanah Cith. Tempat itu hampir-hampir tidak memiliki ventilasi. Suhu dingin membuat tempatnya lembab. Gelap gulita menguasainya ketika tidak digunakan. Saat ini, ratusan lilin telah dinyalakan. Pemangkunya menempel pada dinding. Gemerincing lonceng-lonceng kecil pun mewarnai ritual.

Fiona mengenakan gaun berlapis dengan bros kristal citrine. Perlahan gadis itu kemudian digiring masuk ke dalam kolam. Ajaibnya, air dalam kolam sama sekali tidak membuatnya basah. Kaki Fiona pun bagaikan melayang di permukaan.

Dalga sudah pergi. Lusa Fiona akan resmi diangkat menjadi kepala asrama Cith. Ritual kali ini berfungsi sebagai penyucian. Dengan para siswa dewan komite yang membimbingnya, mereka akan mengarahkan gadis itu melihat gambaran masa depan selama kepengurusannya. Bukan gambaran kejadian, lebih seperti bayangan-bayangan yang bisa dimaknai menjadi berita baik atau yang terburuk sekalipun.

Silver Maiden [Terbit]Where stories live. Discover now