73. Queen's Horn

6.2K 661 89
                                    

Suasana temaram menyambutnya kala terbangun. Penerangan satu-satunya berasal dari lentera yang menggantung agak ke samping. Begitu melihat tirai di kamarnya telah tertutup, Quon langsung tahu bila sekarang sudah beranjak malam. Berarti dia sudah tidur selama berjam-jam.

Apa itu tadi? Apa karena berlian hitamnya, tubuh Quon menjadi melemah alih-alih bertambah kuat? Kepalanya pun masih berdenyut-denyut menyakitkan walaupun dia telah tertidur lama—sesuatu yang jarang dia dapatkan setelah dibangkitkan kembali. Quon tidak boleh melemah. Sebentar lagi perang tercetus, dan dia tidak akan puas sebelum menghancurkan semuanya.

Beberapa saat dia merenung, pintu kamarnya diketuk. Dua orang dayang masuk ke kamarnya.

"Syukurlah putri sudah siuman. Yang Mulia menyuruh kami untuk mengecek tiap satu jam. Bila sudah sadar, kami akan membawakan makan malam anda."

Quon tidak menanggapi. Sementara salah seorang dayang keluar lagi dari sana, gadis itu hanya diam mengamati. Tubuhnya lemas karena telah melewatkan makan siang, terlebih Quon hanya mengasup sangat sedikit makanan tadi pagi.

Selang tidak lama kemudian, dayang yang keluar kembali lagi dengan diikuti dua dayang yang lain. Masing-masing membawa nampan kayu dengan peralatan makan porselen di atasnya. Mereka membawa sup hangat yang agak kental dan dua macam olahan daging. Tapi baru saja tutup mangkuk sup dibuka, perut Quon mendadak bergolak. Gadis itu langsung meletakkan lagi sendok yang telah dia ambil.

"Ada apa Yang Mulia?"

"Bawa pergi semua ini." Quon tidak lagi menganggap makanan itu menggiurkan karena aromanya yang kuat. Nafsu makannya hilang seketika.

"Apakah tidak sesuai dengan selera Yang Mulia? Haruskah kami membawakan yang lain?"

"Tidak. Pergi saja."

"Tapi.."

"Aku bilang pergi!" sentak Quon hingga dayang-dayang itu menciut dan makin menunduk.

Demi menghindari kemarahan Quon, mereka tidak lagi mencoba membujuk. Setelah mundur tiga langkah, dayang-dayang itu berbalik keluar. Tepat sewaktu mereka membuka pintu, dayang yang berdiri paling depan terkesiap melihat seseorang yang ada di hadapan mereka. Buru-buru mereka membungkuk sangat rendah pada penguasa Kith tersebut.

Sebelum masuk ke dalam, Ghaloth sempat melirik pada nampan makanan yang dibawa dayang. Makanan di sana masih utuh. Seperginya para dayang, tinggal Ghaloth dan Quon yang saling menatap dalam keadaan ruang yang remang.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya Ghaloth yang melangkah menghampiri gadis itu.

Quon menyibakkan selimutnya lalu turun dari ranjang.

"Saya baik-baik saja," jawabnya pendek. Terdapat teko beserta beberapa cawan dekat salah satu sisi dinding. Quon menuang air untuk dirinya sendiri lantas meminumnya. Selesai menandaskan secawan air, gadis itu menatap Ghaloth lagi. "Maaf telah merepotkanmu, Yang Mulia."

Terakhir yang Quon ingat, dirinya sedang bersama Ghaloth. Tidak ada orang selain mereka di lorong waktu itu, jadi pria itulah yang pasti telah membawanya ke kamar.

"Kau yakin? Aku tahu kau hanya makan sedikit waktu sarapan tadi, dan kau juga menolak makan malammu. Apa kau sengaja ingin mengacaukan rencana ini?"

"Saya tidak berniat mengacau," bantah Quon yang mengerutkan kening. "Mungkin benar saya kurang sehat. Tapi begitu esok hari datang, saya akan membaik. Yang Mulia tidak perlu cemas."

Cemas? Orang seperti Ghaloth? Itu hal yang mustahil. Pria itu hanya tidak ingin rencananya mengalami gangguan. Quon adalah salah satu bidak yang penting. Tanpa keberadaannya, kegagalan akan mengintai.

Silver Maiden [Terbit]Where stories live. Discover now