Extended Chapter: Fiona

3.3K 397 68
                                    

Gadis itu menanggalkan gaun-gaun mewahnya, lalu menggantinya dengan rok terusan yang hanya menutup sampai betis. Semuanya terasa lebih ringan, lebih mudah, dan juga menentramkan.

Larөa merupakan negeri yang memiliki wilayah paling kecil dibanding negeri lainnya di Oltra. Tapi bukan berarti tidak ada yang menginginkannya. Sebelum maupun sesudah perang, Larөa masih menjadi destinasi wisata yang paling diminati. Tidak sedikit orang-orang yang memilih berkunjung ke sana, atau bahkan menghabiskan sisa-sisa hidup mereka dengan menikmati lembayung senja atau aurora di langit selatan.

Fiona menjadi salah satu di antara orang-orang tersebut. Kini setelah semuanya usai, dia menjauh dari segala hal menyangkut kekuatan spiritual—termasuk keluarganya. Fiona tidak menyembunyikan apa pun, karena mereka langsung tahu apa yang telah terjadi padanya.

Inti kekuatannya telah musnah. Gadis itu tidak ada bedanya dengan rakyat biasa yang akan berlari mengungsi bila pergolakan terjadi.

Fiona telah mempersiapkan diri untuk ini. Meski sedih, dia tidak menyesal. Bukan kehilangan kekuatan yang menggoreskan kegetiran di hatinya. Perang telah merenggut sesuatu yang lain. Penyesalan Fiona hanya satu.

Karena dia belum sempat mengutarakan perasaan sesungguhnya pada pemilik manik mata zamrud itu.

"Fiona."

Seorang wanita bertubuh pendek dan gemuk memanggilnya. Setelah setahun lebih meninggalkan Raveann dan Vighę yang jadi tempat pengungsian sementara, dia tinggal di rumah seorang tuan tanah yang memiliki hamparan ladang bunga. Tanaman bunga tidak hanya berfungsi sebagai pajangan yang memanjakan mata, mereka juga menjualnya. Berhubung Fiona menghafal semua hal mengenai ritual spiritual, dia pun bisa membantu merekomendasikan bunga yang tepat bagi upacara-upacara khusus.

Hilda, sang Nyonya rumah memperlakukannya dengan sangat baik. Seringkali Fiona yang merasa tidak enak hati karena wanita itu memperlakukannya sama seperti anak-anaknya. Tidak ada peresmian yang menyatakan Fiona bekerja untuknya, tapi gadis itu tetap tidak bisa berdiam. Kesehariannya sama seperti siang ini, di mana dia membiarkan bagian bawah roknya berlepotan oleh tanah yang baru saja disiram.

"Ya, bibi?" Fiona bangkit setelah satu jam lamanya berjongkok untuk membersihkan gulma.

"Ada seseorang yang ingin bertemu denganmu."

Hilda tidak menunggu balasannya dan langsung masuk kembali ke rumah. Fiona mengernyit sesaat sebelum menyusul. Sambil melepaskan celemek dan sarung tangan, dia beralih ke ruang depan di mana sang Tamu menunggu. Begitu sampai di ambang pintu, langkahnya terhenti.

Mulanya laki-laki itu tengah memunggungi Fiona. Bahunya naik turun saat menghela napas panjang. Lidah Fiona terasa kelu. Alih-alih memanggilnya, gadis itu memilih menunggu supaya sosok tersebut berbalik dengan sendirinya. Kala dia melakukannya, keduanya saling melemparkan seulas senyum simpul.

"Bagaimana kabarmu?" tanya Dalga selang beberapa menit kemudian, di mana dia dan Fiona duduk berhadapan mengapit meja dengan dua cangkir teh hangat di atasnya.

Fiona merasa tidak perlu mengganti pakaiannya. Menurutnya rok yang dia pakai masih cukup bersih dan rapi selama Dalga tidak memperhatikan sisi bawah. Gadis itu tersenyum lemah mengingat dulunya, dia akan panik jika dihadapkan situasi seperti ini. Fiona yang dulu akan buru-buru berganti pakaian lalu berdandan kilat supaya terhindar dari kesan amburadul.

"Sangat baik," jawab Fiona. "Bagaimana denganmu?"

"Banyak yang harus dikerjakan sebelum Taruhi yang baru benar-benar beroperasi. Berada di sana sungguh mencekik leherku, apalagi kepala yang baru telah ditunjuk. Aku tidak bisa mengabaikannya setelah kejadian waktu itu."

Silver Maiden [Terbit]Where stories live. Discover now