The Prince and The Diamond He Holds

6.7K 354 16
                                    

Birthday gift 😘

Sembari mengunyah roti kukus isi daging, tubuh kecilnya menyusuri jalanan pasar yang lembab. Baru beberapa menit yang lalu hujan reda. Genangan air di mana-mana rupanya tidak membuat bocah itu mengenakan alas kaki. Dari jari sampai lututnya sekarang berhias bercak-bercak lumpur.

Seorang pria berbadan besar melintas mendorong gerobak. Gadis kecil itu tidak sengaja menubruknya hingga jatuh. Pantatnya menghempas di atas jalan yang becek. Sang Pria mendengkus, melirik tidak suka. Hanya saja sesaat kemudian setelah gadis itu berdiri dan mengibas-ngibaskan roknya, dia tertegun.

Gadis itu mendongak menatapnya, dengan iris biru sejernih permukaan Tiberi.

"Maaf, Tuan," ucapnya menunduk sekilas dan amat sopan.

Masih mengernyit, si Pria mengedarkan pandangan ke sekeliling, mencari kalau-kalau ada orang yang mengaku sebagai orang tua anak itu. Banyak anak-anak yang keluyuran di pasar saat ramai-ramainya memang bukan hal yang mengherankan. Tapi gadis itu ...

Iris birunya benar-benar mampu memikat siapa pun. Tampilan lusuhnya tidak mengurangi sosoknya yang bagaikan boneka porselen yang amat cantik. Si Pria bisa langsung menyimpulkan anak itu bukanlah bocah biasa.

"Di mana orangtuamu, Nak?"

Silvana Burö memiringkan kepala saat pria itu berlutut di hadapannya hingga pandangan mereka sejajar. Gadis itu tidak menjawab pertanyaannya. Merasa terganggu dengan nada tatapan si Pria, Silvana hendak berbalik pergi tapi tiba-tiba lengannya ditahan.

"Jangan-jangan kau tersesat?" tanya pria itu lagi. "Ikutlah denganku. Aku antar kau pulang."

Lama sekali dia menanti-nanti kapan dia bisa keluar dari manor Burö dan pergi berjalan-jalan bersama Mikhail nantinya. Jadi kenapa Silvana harus mendengarkan omongan pria asing itu?

Silvana menggeleng kencang. Dia agak meronta untuk melepaskan diri tapi pria itu masih tetap menahan lengannya.

"Jangan takut, Nak. Aku bukan orang jahat." Sang Pria memberikan senyum yang manis. Dalam hati dia bersorak melihat Silvana yang diam. "Bagaimana kalau kita berkeliling dan aku bisa saja membelikanmu sesuatu."

"Apa pun?" Kelopak mata Silvana berkedip antusias.

"Apa pun." Seringai meyakinkan diterima Silvana. Dia beruntung karena gadis itu terlampau polos demi mengartikan motif busuknya-menjual Silvana di pelelangan gelap Kith.

***

"Masih belum ditemukan juga?" Duduk di atas kudanya, Argent Burö berulang kali bertanya gusar pada prajurit yang menghampiri mereka silih berganti. Padahal pagi tadi Silvana jelas-jelas menikmati sarapannya. Tapi begitu siang menjelang, keberadaan gadis itu bagaikan ditelan bumi.

Argent tidak sendirian memimpin pencarian itu. Bangsawan Delcary-Amun turut serta mengajak putranya. Hal yang juga membuat suasana menjadi tambah runyam adalah kehadiran Mikhail. Begitu mendapat kabar jika untuk pertama kalinya Silvana menghilang, laki-laki itu langsung bergegas menemui Argent.

"Sebagian prajurit istana sudah disebar," ujar Mikhail yang kelihatan tenang. "Dia pasti akan segera ditemukan, Tuan Burö."

Kalau saja bukan sang pangeran yang mencoba menenangkannya, bentakan Argent akan langsung menyembur. Kekhawatiran Argent adalah murni instingnya sebagai seorang ayah. Akan tetapi kecemasan itu bertambah berkali-kali lipat membayangkan bila nantinya terjadi sesuatu. Segel di tubuh Silvana masih bekerja. Tapi tidak menutup kemungkinan gadis itu tidak sengaja membukanya.

Terlebih lagi ... baru beberapa hari yang lalu Silvana seakan-akan berubah menjadi orang lain. Sorotnya dingin saat melihat pengasuhnya terbaring tak bernyawa.

Silver Maiden [Terbit]Where stories live. Discover now