24. Toxic

10.7K 994 30
                                    

Dalam lebatnya hutan pinggiran Tiberi, tidak jauh dari Areun, seorang gadis muda berjalan mengendap. Sira-namanya-bersembunyi di balik batu besar dan memandang dari kejauhan siswa-siswa Gihon yang berkumpul dalam perkemahan. Dia begitu menyukai remaja-remaja yang mengenakan seragam yang indah tersebut sembari bertanya; apakah suatu saat dirinya bisa menjadi salah satu dari mereka.

Baru lewat kurang dari dua minggu dari bencana yang menghancurkan sepertiga wilayah Vighę. Berkatnya, ribuan orang mengungsi. Segala macam bantuan diperlukan di saat-saat seperti ini. Oleh sebab itulah di tahun ini, jumlah siswa yang ditugaskan di Vighę menjadi jauh lebih banyak dari biasanya.

Di sela-sela waktunya mengumpulkan buah-buahan yang tumbuh liar, Sira mengamati mereka. Seragam biru untuk divisi ksatria, hampir semuanya laki-laki berpostur tegap dan gagah. Seragam kuning untuk divisi spiritual, di mana beberapa di antara mereka kedapatan memainkan cahaya mantera yang indah. Seragam merah untuk divisi sosial-mereka bersikap baik pada semua orang, tidak terkecuali pada Sira yang pernah tertangkap basah mengintip. Dan yang terakhir, seragam hijau untuk divisi medis.

Ren Siclér-Ar masih duduk di tingkat dua kala itu, namun keberadaannya telah menjadi magnet bagi banyak orang. Dia begitu disegani, tidak hanya dalam divisi medis namun juga divisi lainnya.

Sira tidak pernah mengerti mengapa ibunya memilih tinggal di rumah kayu yang kecil, agak jauh dari Areun. Wanita itu sendiri punya badan yang lemah sehingga berpikir kalau tidak seharusnya penyakit yang dia derita menular. Kadang-kadang satu atau dua siswa divisi medis mendatangi rumah mereka untuk memberi ramuan-ramuan herbal. Sira pun tidak bisa lebih berterimakasih pada mereka karena ini.

Dan suatu ketika, ibu Sira kejang hebat. Sira panik luar biasa. Kala itu tengah malam, Sira berlari secepat yang dia bisa menuju ke perkemahan siswa Gihon. Namun sebelum dia mencapainya, kaki gadis itu tersandung akar pohon yang melesak keluar dari tanah. Dia mengerjap begitu melihat Ren Siclér-Ar berdiri di hadapannya sembari mengernyit.

"Tolong aku, Tuan! Selamatkan ibuku!" Sira memohon.

Laki-laki itu tampak enggan menanggapinya. Akan tetapi pada akhirnya dia mengikuti Sira ke rumah kayunya. Ren mengerjap melihat tubuh ibu Sira gemetaran hebat dengan wajah pucat dan bibir membiru. Sekilas, Ren hendak menyelamatkannya-setidaknya itu yang dia pikirkan pertama kali saat Sira mengarahkannya ke gubuk kotor itu. Namun begitu melihat sosok wanita itu terlalu menyedihkan, Ren berpikir untuk mengakhiri penderitaannya saja.

Dari sakunya, Ren mengeluarkan botol kecil berisi cairan kental yang telah dia ramu selama berbulan-bulan. Ren belum pernah mengujinya. Dia butuh kelinci percobaan untuk itu. Dan wanita yang tengah sekarat itu adalah kelinci yang sempurna.

Sira melihat dengan miris saat Ren mencekoki paksa ibunya supaya meminum ramuan tersebut. Mulanya, kejang ibu Sira mereda. Sira pun mendesah lega saat mengira obat Ren telah berhasil menyembuhkannya. Tapi mendadak saja wanita itu memuntahkan begitu banyak darah sampai-sampai lehernya tenggelam dalam genangan darahnya sendiri.

Sira terpaku. Tubuhnya membeku melihat tubuh ibunya tidak lagi bergerak.

"Ah.." Ren menggumam. "Yang ini gagal."

"A-apa yang terjadi..?" Sira mendongak menatap Ren kala laki-laki itu membalikkan badan menghadapnya. Benaknya memberikan sinyal bahaya. Kaki gadis itu mundur saat Ren melangkah maju.

Tubuh Sira tambah gemetaran saat Ren mengeluarkan pedang dari balik jubahnya. Benda tajam itu menebas tepat ke perut Sira, menciptakan luka menganga di sana.

Laki-laki itu memandangnya dingin kemudian beranjak pergi seolah kejadian tadi tidak pernah ada.

***

Silver Maiden [Terbit]Where stories live. Discover now