62. Shattered (I)

5.8K 670 44
                                    

Ketika semilir angin berembus lembut, Fiona terjaga. Cahaya biru dari luar berpendar remang. Pagi kali ini terasa berbeda. Fiona mendapati sekelilingnya masih tetap sama—kamar yang menuntutnya beradaptasi total. Biasanya dia terbangun dalam keadaan sesak napas, dan buru-buru ingin menghambur ke kamar mandi untuk mencuci muka. Namun kali ini Fiona memutuskan berdiam sejenak. Ketegangan di ototnya hilang secara ajaib. Gadis itu bisa tidur nyenyak.

Apa itu mimpi? Pikirnya membatin. Tentu Fiona masih ingat mimpi kelam yang biasa menghantuinya akhir-akhir ini. Tapi semalam, dia tidak menyangka melihat Kia. Kejadian itu terasa begitu nyata. Fiona bahkan masih merasakan sisa sentuhan laki-laki itu saat mendekapnya yang terisak kencang. Setelahnya Fiona tidak ingat apa pun.

Menarik napas panjang, Fiona memutuskan akan kembali beraktivitas hari ini. Tidak peduli suhu air yang dingin, dia membersihkan diri, mengenakan jubah kepala divisi lalu bersiap kembali ke ruangannya. Areah menyambutnya senang sekaligus terkejut. Rona yang sempat hilang di wajah Fiona telah kembali meski garis tirusnya tidak bisa disamarkan. Gadis itu pun melanjutkan rutinitasnya seolah tidak ada kejadian buruk akhir-akhir ini.

Kemudian saat malam kembali datang, raut gelisah Fiona lagi-lagi naik ke permukaan. Seperti biasa, Fiona tidak langsung tidur. Dengan masih membiarkan cahaya lenteranya terus menyala, dia sengaja terus membaca hingga akhirnya tidak sengaja terlelap.

Lewat tengah malam gadis itu tiba-tiba terbangun. Setelah terkesiap dan memandang sekelilingnya penuh horor, jantungnya seakan melompat keluar begitu menangkap sinyal keberadaan seseorang tidak jauh darinya.

"Siapa di situ?" ucap Fiona was-was. Pintu balkon yang—Fiona yakin betul—mulanya tertutup, kini berderit karena kunciannya dilepas.

Seseorang itu rupanya tidak berniat terus-terusan bersembunyi. Apalagi kehadirannya disadari sungguh-sungguh oleh Fiona yang masih bisa berpikir jernih. Salah satu daun pintu didorong pelan. Lengan bajunya yang panjang membalut tangan padat laki-laki itu. Seragam birunya tampak menyatu dengan warna kelopak bunga telang dalam vas kamar Fiona. Napas gadis itu pun seakan berhenti saat menatap manik mata orang tersebut.

"Kia..?" Buru-buru Fiona turun dari ranjang. Dia menjentikkan jari hingga seketika cahaya lentera kembali menerangi kamarnya. Sosok laki-laki itu nyata. "Kenapa kau ada di sini?"

Tentu saja tidak ada jawaban dari mulut Kia yang selalu terkunci rapat itu. Dia hanya balas menatap Fiona dengan binar teduhnya lalu diam sembari sesekali mengamati sekitar. Pandangan Fiona tidak kunjung lepas darinya.

"Apa kau ke sini karena juga mendengar kabar soal keadaanku?"

Mata hijau itu kembali menumbuk ke arah Fiona. Kia mengangguk sekali. Jawaban yang sangat sederhana namun mampu memberi efek yang besar bagi Fiona. Gadis itu tidak bisa menahan senyumnya yang mengembang.

Sewaktu kembali mengedarkan pandangan ke sekeliling, dia mengerjap ketika Fiona tiba-tiba meraih tangannya. Gadis itu menariknya untuk kemudian duduk di kursi empuk di pojokan ruang.

"Apa kau mau teh? Atau mungkin air madu hangat?" tawarnya sembari mengingat-ingat apa yang ada di dalam laci perkakasnya dekat teko air minum. "Atau—.."

Kalimatnya terpotong karena Kia juga balas menarik tangannya supaya duduk. Fiona melihat Kia menggeleng, pertanda dia tidak menginginkan suguhan apa pun. Wajah datar laki-laki itu kala duduk manis di hadapannya sangat menenangkan hati Fiona.

"Aku tidak tahu alasanmu ada di sini, namun aku senang," ujarnya. "Ide supaya seseorang menemaniku sebelum tidur tidak pernah terpikir sebelumnya. Belakangan aku selalu bermimpi buruk.."

Fiona merapikan anak-anak rambutnya ke belakang telinga. Dia tampak canggung meski terus bicara supaya atmosfer kaku di antara keduanya mencair. Berulang kali Kia melihatnya mengeratkan jubah tidur, mungkin karena tidak nyaman karena ada laki-laki di kamarnya. Padahal Fiona hanya malu karena berada di hadapan Kia dalam balutan gaun tidur.

Silver Maiden [Terbit]Where stories live. Discover now