68

965 267 8
                                    

Berkali-kali Minkyung menghela nafas lelah sambil berjalan lunglai menuruni tangga di gedung fakultasnya. Selesai dari matkul terakhirnya hari ini justru langkahnya terasa berat seperti sedang berjalan puluhan kilometer. Semua karena perkataan Hoshi kemarin yang terus terngiang-ngiang.

"Ungkapin aja perasaan lo ke Wonwoo. Nanti lo pasti lebih gampang move on."

Menurut Minkyung, itu hanya bualan Hoshi. Untuk apa mengungkapkan perasaannya ke Wonwoo kalau tau nggak akan terbalas.

"Justru itu, dengan lo ditolak jadi tamparan keras buat lo sadar diri untuk mundur dan akhirnya ngikhlasin dia."

Ocehan Hoshi yang terdengar kejam tapi malah membuat Minkyung mulai terpengaruh.

Selama ini, Wonwoo pura-pura nggak peka tentang perasaannya. Wonwoo yang cuek dan sering acuh padanya sama sekali nggak membuat Minkyung sakit hati. Ia masih menikmati diam-diam mengagumi seorang Wonwoo tanpa mengharap lebih.

Tapi saat tiba-tiba hadir gadis lain dalam hidup Wonwoo, Minkyung merasa tersisih. Ia lebih dulu kenal Wonwoo dibanding Sooyoung. Ia berteman dengan Wonwoo jauh sebelum Sooyoung. Meski akhirnya, Sooyoung lah yang menempati tempat istimewa yang nggak bisa ia miliki.

"Gue pernah denger ada yang bertahun-tahun nggak bisa ngelupain orang yang disukai karena nggak pernah ngungkapin perasaannya. Dan lo tau yang terjadi setelah dia akhirnya jujur? Meski ditolak tapi lega."

Semakin Minkyung pikirkan semakin ia membenarkan perkataan Hoshi. Memendam perasaan seorang diri itu memang menyesakkan.

Seperti baru tersadar, Minkyung menoleh pada orang-orang di sekitarnya. Ramai tapi ia nggak menemukan sosok Wonwoo. Entah ia atau Wonwoo yang tadi keluar kelas lebih dulu, Minkyung sama sekali nggak ingat. Pikirannya terlalu kacau hingga seperti kehilangan fokus.

"Lo lihat Wonwoo?" tanyanya begitu melihat Seungkwan sendirian di lobi fakultas

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Lo lihat Wonwoo?" tanyanya begitu melihat Seungkwan sendirian di lobi fakultas.

"Udah duluan," tunjuk Seungkwan keluar.

Jawabannya terdengar ragu seperti ingin mengatakan sesuatu tapi tertahan. Terlebih karena Minkyung yang buru-buru keluar membuat Seungkwan kembali mengatupkan mulutnya rapat.

Tujuan pertama Minkyung adalah parkiran motor yang tepat berada di depan fakultasnya. Masih ada banyak motor yang berjejer di sana tapi ia nggak bisa menemukan motor Wonwoo begitupun orangnya. Meski ada motor yang serupa, Minkyung sangat mengenali motor milik Wonwoo yang tertempel stiker liver bird lambang klub sepakbola Liverpool. Wonwoo memang suka bola walau tak semenggilainya seperti game.

Saat raut Minkyung menunjukkan kecewa yang begitu kentara, Seungkwan tampak tergesa menuju ke arahnya. Setengah berlari, ia menyusul Minkyung ke parkiran.

 Setengah berlari, ia menyusul Minkyung ke parkiran

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Wonwoo nggak bawa motor," katanya.

Alis Minkyung jadi bertaut bingung.

"Bawa mobil?"

Karena dulu pernah Wonwoo membawa mobil yang katanya milik ayahnya waktu hujan deras. Tapi cuma sekali itu, setelahnya biar hujan badai sekalipun Wonwoo tetap dengan motor kesayangannya.

"Bawa motor Sooyoung," jawab Seungkwan hati-hati.

Khawatir jawabannya akan menyakiti Minkyung.

"Ngapain sih cari Wonwoo? Dia kan punya jurus seribu bayangan suka ngilang," lanjutnya sengaja bercanda.

"Ada urusan."

Dan jawaban Minkyung tetap terdengar ketus.

Seungkwan jadi menggaruk-garuk kepalanya sendiri. Bingung harus bagaimana.

"Kalau nggak pulang ya ke fakultasnya Sooyoung," ucapnya.

Dengan begitu, Seungkwan pikir Minkyung akan menyerah. Nggak mungkin ia nekat mendatangi Wonwoo ke fakultas Sooyoung. Kalau gedung fakultas mereka sebelahan mungkin beda cerita. Tapi ini letak gedung fakultas Sooyoung jauh, tempat yang jarang mereka lalui.

Tapi ternyata perkiraan Seungkwan salah. Minkyung tanpa keraguan berjalan tergesa ke arah menuju gedung fakultas Sooyoung.

"Lo mau ke mana?" tanyanya.

Semoga saja Minkyung ke kantin atau ke perpustakaan karena memang arahnya sama. Seungkwan jadi khawatir sendiri setelah ingat perkataan Hoshi tentang menyuruh Minkyung mengungkapkan perasaannya pada Wonwoo.

Ia lalu mengikuti Minkyung sambil meringis kecut.

"Besok kan masih bisa ketemu Wonwoo," bujuknya.

Seungkwan rasa kalau sekarang saatnya nggak tepat. Jangan sampai Minkyung mengganggu hubungan Wonwoo dan Sooyoung yang sedang manis-manisnya.

Tapi bagi Minkyung seolah nggak ada hari esok. Kalau bukan saat ini, ia mungkin nggak punya keberanian untuk jujur pada Wonwoo tentang perasaannya.

Seungkwan jadi kelimpungan sendiri sambil dalam hati terus menyalahkan Hoshi. Ini tak lain gara-gara ide gila Hoshi.

"Tunggu gue," pintanya mengulur waktu.

Berkali-kali ia coba menghubungi Wonwoo tapi nihil. Karena kesal, akhirnya ia jejalkan smartphone miliknya ke saku celana.

Dan mungkin keberuntungan memang sedang menyertai Minkyung. Karena orang yang ia cari seperti ditunjukkan di depan mata. Wonwoo keluar dari kantin dengan dua gelas lemon tea di tangannya.

"Lo di sini ternyata," teriak Seungkwan lantang.

Nggak tau kenapa ia merasa bersyukur.

Wonwoo yang menoleh dengan raut penuh tanya justru membuat Seungkwan tersenyum lebar.

Lain dengan Minkyung di depannya yang terdiam kelu. Sibuk menata hati dan menguatkan mentalnya. Apapun yang terjadi, Minkyung pasrah.

"Woo, bisa ngomong bentar," pintanya.

Wajah dingin Wonwoo seolah menular pada sekitarnya.

"Gue sibuk."

Sebuah penolakan disertai angin yang tiba-tiba ikut berhembus dingin.

Wonwoo yang pergi tergesa menegaskan kalau sedang ada yang menunggunya. Dan Minkyung hanya bisa memendam kecewa.

 Dan Minkyung hanya bisa memendam kecewa

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Second Lead Syndrome ✔Where stories live. Discover now