71

1.3K 301 24
                                    

Semalaman Sooyoung hampir nggak bisa tidur memikirkan Wonwoo yang menyuruhnya bertemu Taehyung. Dan entah bisikan apa yang akhirnya membuat ia menyuruh Chungha untuk bilang ke Taehyung kalau ia mau ketemu. Chungha bahkan sampai bertanya pada Sooyoung berkali-kali apa ia yakin. Dan jawabannya iya.

Lalu di sinilah ia sekarang, di mobil Lalisa, siang hari dengan matahari yang terik. Kalau bukan saat ini, mungkin Sooyoung akan berubah pikiran. Makanya ia menurut saja meski Taehyung menjemputnya dengan mobil Lalisa.

Canggung, kaku, nggak nyaman, itu yang Taehyung rasa dari gelagat Sooyoung. Ia yang tadinya bersemangat waktu Chungha mengabarinya kalau Sooyoung mau ketemu kini jadi tak seantusias itu. Sikap dingin Sooyoung seolah membuatnya beku.

Mobil Lalisa yang ia kemudikan sengaja menepi di pinggir jalan yang sepi agar mereka lebih leluasa bicara. Nyatanya Sooyoung tetap nggak mengucap sepatahkatapun. Hingga Taehyung sadar, ia memang yang harus memulainya.

"Maaf."

Kata pertama yang terucap nyaris berbisik.

"Maaf gue belum bisa bahagiain lo waktu kita masih sama-sama," sambung Taehyung.

Pelan tapi berhasil membuat sesak di dada Sooyoung yang ia pikir telah hilang kembali menyeruak. Terlebih ucapan Taehyung selanjutnya.

"Gue nggak pernah nanya apa yang lo mau, apa yang lo nggak mau, apa yang lo suka, apa yang lo nggak suka. Gue pikir itu bukan masalah besar tapi nyatanya malah buat kita makin jauh."

Sedikit ada penyesalan di lubuk hati Sooyoung kenapa Taehyung baru menyadarinya sekarang.

"Gue nggak tau kalau usaha gue buat lo deket sama temen-temen gue ternyata buat lo tersiksa," tutup Taehyung.

"Bukan tersiksa, gue cuma nggak nyaman," sangkal Sooyoung akhirnya.

Rasanya ia memang harus menyelesaikan kesalahpahaman ini.

"Lo dan temen-temen lo suka jalan-jalan ke Mall, nonton, nongkrong di cafe, sedangkan gue nggak suka keramaian. Okelah gue ikut sekali dua kali, tapi gue juga mau ngelakuin hal yang bikin gue seneng. Gue bukannya nggak mau deket sama Lalisa atau temen-temen lo yang lain, tapi memang gue nggak bisa."

Nyaris tercekat Sooyoung di ujung kalimatnya.

"Sama aja kayak temen gue juga banyak, di kampus, di kost, tapi gue paling deket cuma sama Chungha. Itu karena kami sehobi, sepemikiran. Gue nggak bisa maksa berteman sama orang yang nggak sefrekuensi, nanti akhirnya malah jadi nggak nyambung."

Ini yang sejak dulu ingin Sooyoung katakan pada Taehyung.

"Bukan berarti gue nggak suka sama Lalisa. Gue nggak dateng ke acara ultah dia bukan berarti gue nggak menghargai. Ada yang namanya prioritas, penting buat lo bukan berarti penting buat gue, begitu juga sebaliknya."

Sooyoung nggak peduli kalau kata-katanya terkesan jahat. Ini memang perasaan yang ia pendam sejak dulu. Dan rasanya lega saat berhasil mengatakannya.

Walau setelah itu tampak Taehyung yang menghela nafas berat.

"Kenapa lo nggak bilang dari dulu?" tanyanya.

Ia sebagai cowok yang tercipta nggak peka sama sekali nggak bisa membaca kemauan Sooyoung.

"Kalau gue bilang dulu apa lo bakal denger?" balas Sooyoung.

Yang ada Taehyung selalu memaksakan kehendaknya.

"Sorry."

Sekali lagi hanya kata maaf yang mampu Taehyung ucapkan. Meski saat ini nggak akan merubah keadaan.

"Gue juga minta maaf karena nggak bisa jadi kayak yang lo mau."

Seperti kata-kata Lalisa yang Sooyoung dengar dari Chungha, seenggaknya mereka bisa jadi dua orang yang saling memaafkan.

"Kenapa lo nggak mutusin gue duluan?"

Pertanyaan Taehyung yang membuat Sooyoung lekas menoleh.

"Karena gue nggak mau," jawabnya bergetar

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Karena gue nggak mau," jawabnya bergetar.

Teringat bagaimana ia sekuat tenaga berusaha memperbaiki hubungan.

"Gue sempat berharap kita tetap baik-baik aja tapi ternyata sulit. Sampai kapanpun nggak ada titik temu di hubungan kita," lanjutnya.

Tanpa sadar airmata Sooyoung mengalir perlahan. Ini seperti menguak luka lama.

"Gue nggak sakit hati diputusin, gue lebih sakit hati ditinggalin dan disuruh pulang sendiri. Bahkan nggak kebayang gue bakal ngalamin kayak gitu."

Sampai sini Sooyoung mulai terisak. Semua yang ia sembunyikan seolah tumpah bersama airmatanya.

"Belum selesai sampai di situ, digosipin yang nggak-nggak, dibilang selingkuh, apa putus sama lo adalah sebuah dosa besar?"

Dengan menangis, rasa sesak di dada Sooyoung perlahan mereda.

"Maaf," sesal Taehyung.

Untuk sekarang, ia hanya bisa meminta maaf. Gosip tentang Sooyoung memang bermula dari candaan teman-temannya. Dan salahnya Taehyung, ia sama sekali nggak menyangkal. Hingga rumor nggak benar itu tiba-tiba mulai tersebar di luar kendalinya.

"Gue nggak pernah selingkuh," tegas Sooyoung.

Meski ia nggak peduli yang Taehyung pikirkan tentangnya dan Wonwoo.

"Kalau nanti seandainya gue ada hubungan sama cowok, itu beneran terjadi setelah kita putus."

Sengaja Sooyoung nggak menyebut nama Wonwoo.

"Gue tau," jawab Taehyung lemah.

Ia merasa Sooyoung secara nggak langsung tengah memberitahu tentang hubungannya dan Wonwoo.

Dan Taehyung tau kini ia sepenuhnya kalah.

Sengaja ia kemudikan mobil Lalisa pelan agar bisa bersama Sooyoung lebih lama. Ia antarkan kembali gadis itu sampai di depan kostnya.

"Apa kita memang nggak bisa berteman?"

Pertanyaan yang masih menyimpan secuil harapan.

Tanpa Taehyung duga, Sooyoung mengangguk.

"Anggap aja kita udah berteman, teman yang cukup saling mendoakan."

Jawaban Sooyoung yang Taehyung langsung mengerti kalau mustahil mereka bisa berteman.

Akhirnya ia biarkan Sooyoung turun dari mobil Lalisa. Dalam diam, ia menatap Sooyoung sampai menghilang di balik pintu kostnya. Dan sesuai janjinya, Taehyung nggak akan mengganggu Sooyoung lagi. Meski penyesalan-penyesalan tentang masa lalunya masih terus saling beradu.

 Meski penyesalan-penyesalan tentang masa lalunya masih terus saling beradu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Second Lead Syndrome ✔Where stories live. Discover now