6. Peluk?

8.6K 590 44
                                    


Pagi hari...

"Semuanya jadi 400 ribu aja. Dinaikin. Ga papa lah, ya! Kamu kan itu uangnya ada empat lembar." Ibu-ibu pemilik warung grosir tersebut menyeringai berani setelah menedelik menatap lembaran uang pecahah 100 ribu yang Alina genggam.

"Ah? Dinaikin, bu? Kenapa bisa?" Ucap Alina begitu lemah tak berdaya. Bibirnya ia gigit ketika takut dimarahi.

"Ya ampun, neng Alina! Kamu teh udah nunggak berbulan-bulan, lamaa. Itu harga sembako dah pada naik!"

Alina sontak memundurkan kepalanya kala ibu terdebut berucap begitu menakutkan, dengan kresek yang ditepis begitu kencang kearahnya.

"I-iya, bu, maaf. Kalo gitu, ini uangnya. Ini 400 ribu. Semoga tokonya suskes terus. Makasih udah kasih saya berhutang disini." Alina tersenyum memaksakan diri. Bagaimanapun, dirinya sudah secara tidak langsung dibantu oleh ibu tersebut. Dengan lembut Alina menyerahkan empat lembar uang dari genggamannya itu.

"Iya, saya ambil! Makasih! Semoga enggak ngutang-ngutang lagi. Kasian tukang warung, tau!" Ucap ibu tersebut menarik tanpa segan uang yang Alina berikan padanya. Matanya mendelik dikala Alina hanya diam mengangguk paham.

"Ya udah, udah selesai. Mau ngapain? Mau ngutang lagi?"

"E-enggak, bu. Saya mau lanjut kerja. Saya permisi! Assalaamu'alaikum! Makasih, bu." Alina tersenyum lembut tuk kesekian kalinya. Tubuhnya mengangguk sebagai penutup pertemuannua dengan ibu warung ini.

Ibu warung tersebut hanya menjawab tanpa suara. Matanya mendelik seiring Alina keluar dari toko miliknya ini.

"Huft! Ga papa, Alina, ga papa. Wajar ibunya marah-marah. Kamu sendiri yang salah, suka nunggak-nunggak." Alina terpejam meneguhkan hatinya. Alina harus banyak-banyak sadar diri dirinya ini ada di posisi salah, apalagi dirinya ini miskin. 100% orang yang bertemu dengannya hanya ada 40% yang tulus menyapa, bertetangga. Sisanya sibuk menggunjingkan dirinya.

"Putra! Hei!" Seru Alina pada Putra yang baru saja akan memasuki salah satu jalan yang hanya bisa dilewati satu mobil.

"Hih! Ga!" Desis angkuh Putra begitu kekanak-kanakan. Wajahnya mengangkat sinis seiring kakinya melangkah meninggalkan sang ibu.

"Hei! Putra!" Teriak cemas Alina kala anaknya begitu manja mengerucutkan bibirnya sebelum melengos.

Dengan sengaja Putra berjalan lambat agar bisa dikejar oleh sang ibu. Putra sedang marah karena kejadian semalam. Putra tidak suka ibunya bersikap manis pada anak kecil selain dirinya.

"Suka gitu-gitu! Ga suka! Suka manjain bayi-bayi! Eergh! Anak kecil pada botak!" Kesal Putra melangkah marah, menendang bebatuan yang ada. Bibirnya semakin mengerucut.

"Eergh!"

"Hei! Mamah panggil dari tadi!" Gemas Alina dengan erat mencengkal lengan anaknya hingga Putra terpaksa berhenti melangkah.

"Anaknya mamah masih ngambek? Hmm? Kan, itu bayi, sayang. Anaknya mamah itu tetep nomor satu. Semalem kasian tantenya, lagi hamil besar, gendong bayi juga. Ya udah mamah bantu gendong. Bayinya juga ga rewel, lucu."

"Tuh, kaan! Iih! Eergh! Ga usah muji-muji anak lain! Ergh! Lepassin!" Jerit Putra dengan segala wibawa gagahnya yang luntur akibat rasa cemburunya ini.

Alina's Love Story [TAMAT]Where stories live. Discover now