65. Cordellia Iswara

895 92 5
                                    


Alina dan Paulina duduk berdua di atas karpet. Banyak sekali wejangan yang Paulina beri. Yang paling penting adalah kewarasan Alina. Kalau sampai ibunya tidak waras, akan bahaya untuk anak-anak.

Semua Alina dengarkan, termasuk bahasan tentang suaminya. Katanya suaminya pernah beberapakali ditahan polisi di semasa remaja dulu.

"Rangga emang nakal banget. Nakaaal banget. Dia reda tu pas mau masuk tiga puluh." Paulina mengusap kepala cucunya yang sedang menyusu.

"Udah gitu, yaa. Karena mamih ga mau ribet, kita suka bantu. Nama baik keluarga juga."

"Jadi keenakan."

Bibir Alina melipat masuk seiring putingnya disedot penuh tenaga oleh si bayi gendut.

"Apalagi mamih punya anak empat, nakal semua. Dulu juga mamih ada penyakit. Makanya papih juga apa-apa dibela aja biar cepet." Paulina tersenyum kala cucunya menatap dengan polos.

"Kamu jangan sampe stres, Alina. Mamih ga mau. Kalo ada apa-apa, langsung ke mamih. Kamu bukan sekedar menantu. Kamu udah kayak anak mamih sendiri."

"Iya, mih. Alina juga udah terbiasa diuji. Jadi... insyaallah ga bakal diambil pusing," jawab Alina tak berbohong.

"Biar dibarengi doa sama usaha," lanjutnya tersenyum tipis sekali.

Mata biru itu menutup perlahan, namun kekuatannya menyusu tidak berkurang. Alina terkekeh melihatnya.

"Kayaknya ga bakal lebih dari setahun."

"Iya, mih?"

"Vonis nanti."

Mata cantik Alina terbuka seolah ada pencerahan.

"Bahkan bisa cuma enam bulan doang mamih tebak." Paulina mengambil keik dan memakannya.

"Janga bikin aku berharap, miih." Alina tampak sedih.

Paulina menggeleng. Sama sekali ia tidak sedang bercanda. Ini hal serius.

"Kita bakal tegasin kalo Rangga ga terima lihat istrinya dibikin nangis. Istrinya lagi hamil besar. Apalagi kamu sempat nangis histeris," ucap Paulina membuat Alina tertegun.

"Beneran, Alina."

"Beneran, mih?"

"Emang, emang tingkah Rangga berlebihan. Cuma, kita bisa ketolong sama alasan perilaku Farhan." Paulina menjawab dengan penuh percaya diri.

"Polisi ga buta, kok. Disana kamu ketakutan, Farhan maksa terus. Rangga mana bisa terima."

Alina mengaminkan apa yang ibu mertuanya bahas. Semoga saja bisa hanya ditahan setahun. Sungguh ia akan terima.

"Mamih nginep sini, ya, mih."

"Ga papa? Mamih, sih, seneng." Paulina mengikuti langkah menantunya menuju kamar.

"Justru aku yang seneng, mih."

"Ssuut. Adek tidur yang nyenyak, yaa." Alina membungkuk menidurkan anaknya di tengah ranjang.

Bantal mengelilingi bayi yang tidur lelap.

"Hari ini udah dikilo?" tanya Paulina berdiri dengan dua dot dan bantal bayi.

"Belum, mih. Aku tiga hari sekali aja."

"Duduk, mih."

Paulina duduk di sisi ranjang setelah dipaksa. Ia terkekeh kala menantunya bilang bayi gendut itu semakin berat.

"Aku ga tahu dua bulan lagi masih bisa kuat gendong lama atau nggak. Haha. Cepet banget pertumbuhannya." Alina duduk di samping ibu mertua. Tubuh mereka menghadap ke dinding yang sama.

Alina's Love Story [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang