13. Abuela. ❤

6.3K 429 60
                                    

Alina membuka mata ditengah pencahayaan yang redup. Dipeluknya guling yang begitu empuk ini. Tidurnya menyamping sejak tadi.

Jam kecil diatas laci sana menunjukkan waktu pukul 02.00 AM. Alina tak sangka dirinya bisa terbangun di waktu pagi buta. Baru saja dirinya mendengar suara samar-samar, itulah yang membuat dirinya tadi terbangun.

"Ah? Ini apa?" Gumam Alina seketika bangkit segera duduk menyandar pada ranjang.

Alina merenung dikeheningan pagi ini. Kamar yang ia tempati benar-benar luas, ranjangnya ada tengah dinding, jauh dari banyak benda seolah menyendiri tanpa perlu pendamping khiasan lainnya. Alina sibuk membolak-balik kotak kecil yang tercetak jelas tulisan disana.

"Untuk Alina? Maksudnya?" Gumam Alina menggosok mata dengan satu tangan. Ya, kata yang baru Alina ucapkan sangat serupa dengan apa yang ditulis di permukaan kotak kecil tersebut.

"Ini hp? Buat aku? Terus tadi siapa?" Sontak Alina melotot keheranan. Matanya tertuju pada pintu di kejauhan sana yang menutup rapat.

Lama Alina merenung, kini dirinya kembali tersadar. Diusapnya permukaan layar ponsel ini dengan perlahan-lahan. Ini pertamakalinya Alina memiliki ponsel layar sentuh. Warnanya sangat mengagumkan, yaitu warna ungu berani. Alina sangat suka sekali warna ungu.

Menuruni ranjang dengan perlahan, Alina meneguhkan hati tuk pergi keluar kamar. Barangkali Alina bisa bertemu dengan orang yang tadi menyimpan ponsel ini di laci. Sepertinya tadi pelayan, Alina sedikit melihat siluet dress rumahan yang sederhana.

'Teet.'

Suara tanda gagang pintu dicengkeram dan mulai ditarik seketika terdengar. Suaranya terdengar mahal, sangat khas dan identik. Kaki Alina dengan lamban melangkah, tak ingin membuat suasana terganggu atas ulah dirinya.

"Ah? It-itu siapa? Itu tuan Rangga? Sama siapa?" Gumam Alina membisik ditengah kesendirian dirinya.

Mata Alina menyipit kala tertuju pada kejauhan sana. Penthouse ini memang sangat luas. Jarak Alina melihat siluet Rangga bisa dibilang sangat jauh.

Tanpa Alina sadari, kedua kakinya melangkah ringan tanpa beban seolah ada yang menariknya dari sana untuk mengikuti kemana perginya siluet itu.

"Ssut. Tidur disini sama papah. Putra jangan ganggu mamah dulu. Biarin mamahnya istirahat." Rangga dengan lembut membisik setelah berhasil duduk disisi ranjang setelah sebelumnya menempatkan Putra tuk tidur di tengah ranjang.

"Anak papah ganteng ya. Sepuluh tahun kita ga ketemu. Haha. Papah kangen plus penasaran waktu tahu wanita yang papah cinta itu ngandung janin dari papah." Rangga tersenyum penuh rasa bahagia.

Ditatapnya wajah tampan Putra dengan penuh kerinduan yang teramat dalam. Rangga tadi dengan sengaja menjemput Putra dari tempat bermainnya yang pemiliknya biasa disebut babeh. Rangga kesana mengatasnamakan dirinya sebagai suami Alina, ayah dari Putra Pamungkas.

'Cuup.'

Bocah kecil itu terlelap begitu nyenyak. Kecupan yang ia terima di keningnya benar-benar seperti suntikan daya nyenyak.

"Papah dulu ga siap buat punya anak di usia itu. Tapi sekarang, kamu di sini, papah bahagia, papah seneng." Rangga mulai menerawang masa lalu. Punggung tangan mungil anaknya ia mainkan seiring dirinya ini mengingat betapa Alina sangat membekas dalam bayang.

"Pasti Putra suka nanyain papah. Papah penasaran mamah jawabnya gimana. Cih! Haha."

Alina dengan setengah mati menahan takut kala ingin membuat kedua matanya bisa melihat ke dalam sana dengan celah kecil dari pintu yang entah kenapa tidak menutup. Jelas tubuh Putra terhalang, hanya ada tanda pengenal lewat gelang yang Alina tahu itu milik anaknya hasil membuat sendiri.

Alina's Love Story [TAMAT]Where stories live. Discover now