48. Saran Jaya

1K 101 18
                                    


Mata itu menutup, namun telinganya mendengar dengan jelas. Di luar ruangan sedang terjadi keributan antara Paulina, Jaya, dan Rangga. Sementara itu, ketiga adik Rangga duduk mengelilingi di ranjang. Bayangkan betapa Alina trauma.

Tak bergerak sedikitpun dalam tidurnya. Alina mendengar jelas teriakan Paulina yang sudah frustasi.

"Alina, jangan bohong. Kita tahu kamu ga tidur," ucap Lea berdiri melipat tangan.

"Kita kesini mau minta maaf. Sedikit banyaknya alesan kamu minta cerai itu karena kita." Lea tak terlalu menyesal, namun berharap banyak.

"Maafin aku. Mamih bilang ke kita, kamu pasti berat banget jalanin semua." Lucia angkat suara.

"Mungkin ada kata-kata aku yang pernah nyakitin kamu, Alina. Semoga kamu bisa maafin kita." Teressa sangat bijak menghadapi Alina yang masih enggan membuka mata.

"Kita bakal berubah, Alina. Aku minta maaf."

"Seperti yang mamih bilang ke kita, kita juga seorang menantu, seorang ipar buat adik-kakak suami kita," ungkapnya menangkup punggung tangan itu.

"Kalo kamu keras kepala terus, sana tangannya sendiri! Cari sendiri solusinya! Ga akan ada yang benerin tindakan kamu! Cuma orang gila yang bakal ngebela!!" teriak Paulina sangat nyaring hingga Alina mendengar seluruhnya.

"Mih, Rangga bener-bener bodoh dulu, miih! Rangga fikir Alina ga bakal kabur!"

"Waktu hari itu, jam empat dini hari, banyak miss call dari semua. Aku telepon balik, ternyata mamih koma!"

Mendengar teriakan suaminya, Alina tak lagi mau berpura-pura menutup mata. Ia begitu fokus mendengarkan, mengabaikan ketiga adik ipar.

"Orang bilang, wanita Timur itu jaga keperawanannya. Kalo udah gitu, dia pasti mau diajak nikah, meskipun terpaksa!"

Seketika Alina bangkit. Ia berusaha menuruni ranjang.

"Al-alinaa! Alina, kamu ngapain?"

"Alina, jangan! Heii!"

Seluruh adik Rangga mencegah, namun Alina abaikan. Ditatapnya mereka satu persatu dengan tatapan lemah, namun berani.

"Oke, oke. Tapi harus kita bantu! Kamu bisa sakit parah lagi!"

"Aku minta kalian diem aja," ucap Alina mendongak setelah dibantu duduk di kursi roda.

"Oke, fine! Kita ga keberatan."

"Ssuut." Alina terpejam ingin mendengar pembicaraan diluar. Ia gerakkan kursi rodanya dengan remote.

"Udah, udah, kak. Turutin aja! Kita juga kepo, kan, sama targedinya?" cegah Lucia merentangkan tangan di depan dada Lea.

"Ssut! Ayo!" ajak Teressa sangat fokus.

"Rangga emang gila, mih! Rangga ga mau ngulur waktu biarin Alina digoda cowok lain, Rangga selalu ditantang, tapi buat deketin Alina rasanya segan."

"Haha! Segan? Ngelawak, kamu? Segan dari sebelah mana?! Segan, kok, dilecehin! Cih!" sahut Jaya menatap sinis pada anaknya.

"Iya! Lama-lama kamu tuh gila, tahu, ga?!" sambung Paulina berkacak pinggang.

"Kamu itu anak pertama, kamu pinter, kamu jenius di sekolah. Bisnis papih lancar, jaya, berkembang beratus-ratus persen. Kita bebasin kamu bikin keputusan sedari muda! Karena apa? Kita sebagai orang tua yakin kamu bisa diamanati!"

"Papih, mamih, kakek nenek kamu, semua ga ada yang suka ngatur kamu! Kita biarin!"

"Kita percaya sama kamu! Kamu ga bakal ngelakuin hal-hal nyeleneh! Tapi apa?!! Pergaulan kamu! Gila!!" bentak Paulina tuk kesekian kali. Urat-urat di lehernya tercetak sempurna. 

Alina's Love Story [TAMAT]Where stories live. Discover now