21. Tersinggung

5.5K 395 86
                                    

Rumah sakit..

Ruangan ini serba putih dan biru muda. Ruangannya luas, memiliki wangi yang erat dengan obat-obatan, walau tak menyengat. Di kejauhan sana terlihat sosok wanita muda telentang sendirian tanpa ditemani seorang pun. Tak ada yang mengetahui wanita itu menangis pilu dengan wajah dipenuhi memar, sudut bibir yang pecah, dan satu mata yang bengkak.

Alina telentang dengan kepala menyamping menatap ke arah dinding yang tak terhalangi apapun. Airmata menetes tanpa ditemani suara isakan atau rintihan, Alina tak ingin dirinya dihampiri siapapun termasuk Rangga.

Perlahan kedua mata itu menutup rapat penuh tenaga, berusaha mengeluarkan seluruh bendungan airmata yang ia tahan berminggu-minggu.

"Eergh. Hiks. Hiks." Alina menggeram, giginya saling beradu, kedua tangannya mengepal, kakinya berusaha menendang.

"Hiks. Hiks. Huu."

Suara tangisan itu terus berlanjut, begitu pelan, sekuat mungkin dirinya tahan. Takdir hidupnya begitu mengenaskan, seolah tak ada orang yang memihak padanya, hanya Putra saja. Rasanya Alina ingin lenyap dari dunia yang terasa sempit baginya ini, namun ada Putra, ada anaknya yang harus ia besarkan, ia beri kebahagiaan semampu yang Alina bisa.

Seiring berjalannya waktu, seiring Alina semakin dewasa, Alina selalu menyadarkan dirinya bahwa setelah Putra dewasa, anaknya pasti menikah, hidup bersama keluarga kecil, dan meninggalkan dirinya, tak akan hidup bersamanya lagi. Itu cukup menyakitkan bagi Alina yang tak punya teman hidup selain Putra.

Ada sosok wanita yang baru saja memasuki ruang rawat Alina ini. Tubuh wanita berusia kisaran 30 tahun itu tak berani melangkah lagi kala melihat Alina menangis tanpa suara disana. Meski tanpa suara, tapi ekspresi Alina disana benar-benar membuat hatinya ikut bersedih.

"Hai. Ekhem. Ekhem." Teressa sontak salah tingkah kala tanpa sadar menyapa Alina.

Alina membeku, tatapan matanya masih pada titik yang sama. Segera dirinya menghapus airmata, menahannya dengan kuat agar tak mengalir mudah. Kini tinggallah gigi Alina yang saling beradu, bibirnya bergetar menahan tangis.

"I'm Teressa. Umm, adiknya kak Rangga, adik pertama." Teressa mencebik tak peduli mendapati Alina yang tak sedikitpun menatap padanya.

"I know your story, versi dari mamih. Kalo dari kak Rangga enggak." Teressa menggeleng juga mengedik bersamaan. Ibunya sendiri saja yakin jikalau banyak yang disembunyikan oleh seorang Rangga.

"Why are you crying? Is it somethin' wrong? Pelayannya apain kamu?" Lanjut Teressa melipat angkuh kedua tangannya.

Alina tak sedikitpun berani mengubah posisi kepalanya. Ada rasa takut, sedih juga curiga. Alina memiliki masalah kepercayaan pada adik-adik Rangga, terlebih saat acara akad nikah pun tak ada yang mengajaknya berkomunikasi, hanya Paulina saja.

"Well,.. ga papa kalo ga mau jawab. Pelayan yang namanya si Eka Eka itu pasti ga bakalan tenang hidupnya."

Perlahan Teressa menarik kursi, mendaratkan bokongnya disana, tepat menghadap pada bagian tengah tubuh Alina.

"Jangan macem-macem sama kakak aku, Alina. Kakak aku udah nerima kamu baik-baik, dia pasti ga bakalan suka kalo kebaikannya disalah gunakan."

Alina's Love Story [TAMAT]Where stories live. Discover now