10. Kiss.

9.4K 531 64
                                    


Ketiga dari mereka berjalan bersamaan. Putra dengan bahagianya menggenggam lengan sang ibu dan ayah seiring berjalan lurus memasuki rumah. Pintu besar nang gagah dan tinggi itu membuka begitu canggih. Para pelayan sigap berdatangan dan segera mengikuti Rangga dari belakang untuk membantu Rangga membuka jas bersama dasinya.

Alina tak bisa mengedip untuk beberapa saat. Rumahnya benar-benar mewah, luas, seolah bukan di dunia nyata. Rumahnya benar-benar modern, glamor, serba mempesona.

Rangga hanya menatap datar saja pada Alina yang membeku ikut berhenti melangkah. Kedua pelayan dengan profesional membantu melepas jas dan rompi Rangga. Tak lupa pula Rangga mengangkat tangannya, membiarkan jam tangannya dilepas.

"Papah! Papah! Putra boleh masuk? Sekarang? Putra boleh lari?!" Jerit Putra histeris tak sabaran. Tubuhnya bergetar, meloncat tak bisa tenang. Mata Putra begitu lebar membuka.

"Iya, sana! Putra lari semau Putra. Mau naik kursi, lompat-lompat, boleh. Ayo! Ini rumahnya Putra. Ok?" Ucap Rangga dengan gemas menangkup sisi wajah sang anak dengan satu tangannya. Rangga senang sekali melihat anaknya sebahagia ini.

"Lihat, ini semuaa milik Putra. Semua pelayan bisa Putra suruh. Putra anak papah. Ok, boy?" Ujar Rangga dengan senang hati membungkuk tuk mendekatkan wajah mereka.

Senyuman Putra semakin mengembang saja. Dengan segera Putra mengangguk keras, tak akan mengabaikan keistimewaan yang sudah ayahnya beri. Putra merasa menjadi pangeran, anak dari seorang raja.

'Cuup.'

"Ayo, masuk rumah. Putra bebas ngapain aja. Mau berisik juga boleh." Rangga dengan senang hati mengecup ujung kepala Putra. Matanya lalu mengedip lembut, mengiyakan dengan pasti apa yang sudah ia ucap.

"Yeay! Dadah mamah! Dadah papah! Aaaa! Rumahnya gedeee!" Teriak Putra menjerit histeris. Kakinya berlari kencang memasuki rumah tanpa merasa canggung sedikitpun. Putra sudah seperti hewan buas yang lolos dari tangkapan.

"Ayo, Alina. Kita harus lihat Putra seseneng apa bisa tinggal disini." Rangga meraih tangan Alina dengan lembut. Matanya menatap serius seperti biasanya, lalu mendelik dan mulai melangkah lebar.

Alina hanya diam saja, pasrah dirinya ditarik untuk berjalan bersama. Alina berharap Rangga tak melakukan hal yang seharusnya tidak dilakukan oleh dua individu yang belum menikah.

"Sri! Bajunya!" Tegas Rangga menghentikan langkah kakinya tiba-tiba.

"Maaf, tuan. Bajunya masih di perjalanan. Sebentar lagi pasti tiba."

Rangga yang mendengar itu sontak menatap tajam begitu pongah. Matanya seolah akan memakan hidup-hidup, lalu Rangga pun mendelik sebagai akhir dari kemarahannya. Rangga memaklum, karena Rangga menyuruhnya baru 15 menit yang lalu.

"Whoa! Kursinya kereen! Rumahnya luas banget, kayak gedung olah raga!"

"Aaaa! Seruuu!" Teriak Putra entah untuk kesekian kalinya. Putra berlarian tanpa lelah, mengelilingi setiap pilar besar dan kursi serta meja-meja mewah yang begitu banyak ini. Disini ada piano, patung besar, guci besar, air mancur, aquarium dan banyak lagi khiasan lainnya. Yang paling Putra suka disini adalah luas dari rumah Rangga yang benar-benar akan puas digunakan untuk berlarian bebas. Putra tidak pernah berlarian di dalam rumah. Berjalan lurus lebih dari dua puluh langkah pun tak bisa.

Alina's Love Story [TAMAT]Where stories live. Discover now