45. Cerai?

1.1K 103 20
                                    

Duduk menekuk lutut di depan pembakaran yang menyala, keduanya dilanda keheningan. Sesekali Alina memutar wajah dikarenakan cemas akan anaknya. Anaknya tidur di belakang mereka, meringkuk di atas karpet.

Menatap satu tangannya yang sejak satu jam lalu tak berhenti digenggam, Alina perlahan mendongak menatap wajah itu. Suaminya menatap api dengan tatapan kosong penuh kecewa. Alina semakin merasa bersalah dibuatnya.

"Makasih udah jaga Putra dengan baik, mas. Mas Rangga ayah yang baik," ucap Alina mengusap tangan besar yang merematkan jari mereka.

"Putra yang jaga aku. Ga ada Putra, aku gila."

Hening.

Suasana gubuk sangat redup, minim pencahayaan.

Lama sekali mereka hening.

Masih tak percaya dengan pertemuan mereka, sementara Alina membeku membayangkan kisah mereka kedepannya.

Wanita itu menunduk tanpa membalas rematan jari suaminya. Ia tak sadar sikap dinginnya membuat suaminya penasaran.

"Ada yang kamu sembunyiin?"

"Kita bahas nanti, mas." Alina tak kuat mengangkat wajah, tak mau menatap suaminya.

"Let's make love."

"I want you."

Kepala itu menengadah. Tatapan matanya tak bisa bohong kalau ia tak bersedia, tak mau, tapi juga tak kuasa menolak.

"Ada Putra, mas." Alina mengedip lemah dirundung rasa takut.

"Kamu ga seneng kita ketemu?"

"Ada apa? Berarti emang ada sesuatu, kan?"

Berbeda dengan Alina beberapa jam lalu, Alina yang sekarang pikirannya sibuk dipenuhi bayang-bayang kejahatan suaminya. Padahal tadi Alina sangat bahagia mereka bertemu. Alina rindu.

Wanita itu benci, takut, kecewa, namun juga sebagian hatinya sudah berhasil Rangga ambil. Rangga berhasil membuatnya jatuh cinta di tengah dosa besar yang sudah dilakukan padanya.

"Sebentar, aku mau ambil selimut." Alina berjingkat meninggalkan suaminya di depan tungku.

"Ada masalah serius, Alina. Kamu ga bisa bohong," ucap Rangga menatap curiga pada istrinya yang hadir membawa selimut untuk Putra.

"Kita bicara nanti, mas."

"Aku bakal jelasin semua, pasti. Aku janji." Alina menutupi tubuh anaknya dengan selimut. Tak sedikitpun ia menatap suaminya disana.

"Kamu beda."

"Nanti, mas. Dibahas nanti. Aku janji."

Rangga mulai tersulut. Alina menganggapnya sampah atau angin? Mata cantik itu mengabaikannya.

"Aku butuh waktu." Alina menunduk lemah. Tubuhnya terasa berdesir mengingat perlakuan bejat suaminya sepuluh tahun lalu.

Airmata menetes begitu saja. Alina sakit hati, dirinya hancur. Padahal cinta baru saja tumbuh di hati.

"Ga ada selimut lagi?" tanya Rangga mengalihkan pembicaraan.

Alina's Love Story [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang