30. Lea.

2.9K 245 40
                                    

Menyandang status istri dari seorang konglomerat tidaklah semenyenangkan itu. Ada banyak hal yang harus teratur. Seperti Alina sekarang, ia sudah lebih dari seminggu belajar table manner dan grooming. Itu sangat penting tuk menjaga martabat suaminya yang seorang pengusaha kaya raya yang akan banyak bergaul dengan pengusaha lainnya.

Entah sudah berapakali Alina melangkah dari ujung Foyer rumah ke ujung lainnya. Luas Foyer di rumah suaminya ini tidaklah main-main.

Foyer: ruangan di dalam rumah yang berada setelah pintu masuk dan menjadi sebuah peralihan antara ruang tamu.

Alina melangkah menggunakan high heels, diatas kepalanya diberi papan super tipis sebagai pengontrol langkahnya seimbang atau tidak. Kedua tangan Alina dipaksa harus rapat oleh personal trainer. Wanita personal trainer itu sudah berusia, namun sangat elegan.

Sebenarnya Alina takut. Personal trainernya menurutnya jutek dan terlalu perfeksionis.

"Ingeet, ingeet, tangan jangan kayak lomba jalan agustusan di kolam ikan pake pohon! Ingeet!" ucap perempuaan tua dengan kipas tradisional yang entah berapakali ia pukulkan pada Alina, meskipun bukan pukulan bertenaga.

"Mataa! Inget mataaa!"

"I-iya." Alina seperti bocah yang dibuli.

"Jangan sampe tatapan mata kita kayak orang ketakutan. Paham?"

"Pandangan luruus. Boleh natap sekitar? Boleeh! Jangan sampe lurus terus kayak orang ga peduli lingkungan sekitar. But, remember! Semua tergantung kondisi! You got it?!" ungkap pelatih itu terus menguntit Alina yang harus bolak-balik.

"Papannya! Hei-heii."

"A-aah. I-iya, iya." Alina meringis dan gelagapan kala papan di kepalanya tak seimbang dikarenakan ia akan berputar arah.

"Haiish! Sudah belajar satu minggu, belum ada kemajuan."

Alina sontak terkekeh hampa. Ia meringis menahan malu. Kedua tangannya memilin dan meremas baju di bawah sana.

Meski pelatihnya itu sangat rewel, tapi Alina tahu pelatihnya perempuan baik-baik. Kalau Alina dimanja disini, dirinya akan sulit berlatih.

"Kalo mau protes, protes aja. Sama miss ga usah kaku! Asal belajarnya serius!"

"Y-yes, miss." Alina mengangguk patuh.

"Capek, ga? Istirahat dulu aja. Mumpung sekarang bebas mau jalan kayak gimana juga, ga bakal diprotes." perempuan setengah baya itu seperti seorang ibu rumahan yang cerewet dan banyak protes.

"Kita makan dulu aja, miss. Miss makan duluan aja. Saya mau telfon anak saya." Alina tersenyum meraih pouch polosnya yang berlogo merek terkenal.

"Miss Ayu mau makan di taman? Di dapur? Atau dii,.."

"Di teras depan aja saya, lesehan! Teras orang kaya luas banget kayak lapangan." Ayu melangkah bebas seperti sudah akrab lama dengan sang pemilik rumah. Dengan tanpa beban ia mengibas kipas besarnya seperti seorang permaisuri kerajaan.

"Oh, iya. Boleh, miss, boleh." Alina tersenyum begitu ramah. 

Alina memerintah asisten pribadinya untuk menjamu Ayu di depan sana dengan camilan sebelum ia memilih makanan berat tuk dihidangkan.

Alina's Love Story [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang