26. Bulan madu

6.2K 408 57
                                    

Rangga menunduk memutar kepalanya mengikuti Alina yang mengelilingi tubuhnya seiring membenarkan sabuk di bawah sana.

"Aku mau belanja." Alina berdiri tegap, mendongak menatap suaminya.

"Silahkan! Kenapa harus ijin?" Timpal Rangga setengah mendengus menertawakan tingkah istrinya.

Rangga masih melekat menjadi Rangga yang datar, tak banyak bicara, bicara saat didahului istrinya saja.

"Belanja banyak. Sama mas Rangga." Alina mendongak meraih kedua tangan besar itu, menggenggamnya dengan hangat.

"Orang lain suka belanja ditemenin sama suaminya. Ya walaupun ga lama."

"Emang aku suami kamu?" Tanyanya retoris. Ditatapnya Alina dengan kening mengkerut keheranan.

"Maas! Maafiin." Alina merengek mendekap Rangga, mengguncang pelukan itu seiring menyelusupkan wajah disana.

"Emang aku bilang belum maafin?" Tanyanya tak ragu membuat istrinya gelisah kebingungan. Sengaja Rangga tak membalas pelukan itu.

"Aaww!" Pekik Alina sontak menjauh setelah mendapat kelitikan di kedua pinggang.

"Jangan deket-deket!"

"Ah!" Ringis Alina berjalan mundur ketakutan mendapat desisan tajam itu.

Rangga lanjut menaikkan bahu, membenarkan jas. Ditinggalkannya Alina sendirian disana. Sengaja Rangga melengos pergi lebih dulu.

Alina melipat bibir, menatap kepergian suaminya dengan hampa juga tak menentu. Kedua mata Alina menutup lama, kepalanya lalu menggeleng kuat. Segera Alina mengejar Rangga yang sudah entah kemana. Dirinya tak boleh menyerah.

"Pada tahu, ga? Kayaknya majikan kita tu mau cerai deh bentar lagi."

"Wow? Kok, bisa?" Tanya pelayan yang baru saja menutup air fryer dengan nugget, sosis, hingga baso pesanan Putra yang ada di dalamnya.

Alina berhenti melangkah, wajahnya kian ia dekatkan pada dinding kayu penghalang dapur dengan toilet. Ini adalah dapur khusus memasak para pelayan.

"Kayaknya nyonya selingkuh, deh. Denger-denger, tuan Rangga tu sakit hati, makanya berbulan-bulan ga pulang."

"Ck! Dikasih hati, minta ampela. Padahal modal diem doang di ranjang, nurut, malah bikin onar!"

Alina merengungkan ucapan itu, kedua matanya mengedip-ngedip seiring berpikir. Ternyata para pelayan memang tidak sebaik itu, semuanya masih ibu-ibu normal yang suka bergibah.

"Emang enak banget punya wajah cakep. Buronan cowok-cowok. Kan, enak buat kita milih cowok, pilih cowok yang tajir." Pelayan mendecih seiring melengos tuk melanjutkan pekerjaannya.

"Eh, nyonya. Pagi, nyonya! Mau masak, ya?"

Dua pelayan yang sudah menjelek-jelekan Alina disana membeku bersamaan, matanya membelalak lebar, kepalanya sulit memutar ke belakang.

"Iya, bi. Hehe. Pagi juga! Saya mau ambil stok sereal buat Putra." Alina tersenyum memasuki dapur, berjalan menuju lemari besar disana. Tak sedikitpun Alina memasang wajah sedih apalagi marah. Perlahan Alina memasukkan satu kardus sereal favorit anaknya ke dalam troli tuk ia bawa ke dapur depan dimana disana sekaligus dijadikan tempat makan.

"Saya duluan, ya, bi. Pagi, bi Yeyet, bi Wida!" Sapanya tersenyum manis pada dua pelayan yang membeku akibat ketakutan atas kehadiran dirinya.

"Ih! Gimana? Gimana ini? Suara kita pelan, kan? Ck! Beneraan!"

Alina's Love Story [TAMAT]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon