57. Ikhlas.

848 81 15
                                    


Alina dan Rangga tergesa-gesa memasuki kamar dengan amplop putih di tangan mereka. Segera mereka kunci pintu kamar dengan keamanan penuh. Mereka takut tiba-tiba anak mereka datang.

Setenang mungkin mereka duduk di sofa. Alina mengengguk menguatkan hati. Apapun yang akan terjadi, akan ia terima.

"Kalo ternyata iya, gimana?" tanya Rangga tak bisa menyembunyikan rasa takut.

"Kita rawat dia, mas. Itu anak kamu, darah daging kamu. Dia berhak dapet kasih sayang dari kamu." Alina menggenggam erat tangan besar itu.

"Aku ga siap."

"Kamu aja belum lahiran. Terus gimana sama anak kita nanti?"

"Mending dia kasih ke panti aja. Kamu pasti kerepotan urus dua anak. Kamu harus fokus sama anak kita," ucap Rangga benar-benar kalut. Yang ia pikirkan hanya Alina.

"Mas! Dia juga anak mas!" tegas Alina menurunkan volume suara. Ia tampak kecewa dengan ucapan suaminya.

"Huft. Kamu jangan gitu, maas. Tega itu namanya." Alina menunduk kecewa.

"Karena aku sayang sama kamu. Aku peduliin perasaan kamu. I love you."

"Aku udah banyak bikin salah."

Alina mendongak kala tangannya ditarik lembut.

"Apa tega aku nyakitin kamu lagi? Kamu harus rawat anak aku hasil sama wanita lain, besarin dia, rawat dia. Aku mana tega." Rangga kecewa pada dirinya sendiri.

"Seumur hidup, kamu harus liatin dia? Dia anak suami kamu sama wanita lain."

"Stop, Alina, kamu bukan peri. Kamu bukan malaikat!" tegas Rangga dibalas gelengan.

"Mas pikir aku becanda, mas?"

"Aku serius! Aku tulus lakuin ini. Seandainya dia bukan anak kamu pun aku rela rawat dia."

"Jangan ngaco!"

"Aku beneran serius. Mas bayangin, aku ga tahu orangtua aku siapa. Aku ga tahu kenapa aku dibuang, aku hidup luntang lantung. Mana tega aku lihat bayi itu," ungkap Alina mencebik dengan napas membara.

"Alina... Kalo ada anak itu, kamu bakal inget terus dosa aku."

"... Dosa yang sama sekali ga niat aku lakuin."

Pukulan kencang di dada bidang itu membuat Alina tersadar. Ini pasti sangat berat bagi suaminya.

"Ak-akuu... aku lupa ga mikirin itu." Alina tergagu.

"Tapi, mas, asal kamu tahu. Aku ga anggap itu dosa. Itu disebut dosa kalo kamu sengaja. Tapi... kamu bahkan ga sadar," ungkapnya menitikkan airmata.

Rangga menunduk menahan tangis. Diusapnya perut sang istri dengan lemah.

"Kenapa kamu sebaik ini? Hmm? Kamu tahu, aku makin ga bisa lepasin kamu." Rangga tak mau mengangkat wajah.

"Karena semuanya berdasarkan komitmen, mas. Alhamdulillah disini orang uang aku pertahankan itu bukan orang yang salah."

"Kamu suami yang baik. Cara kamu dapetin aku bener-bener fatal."

"Andai aku cerai sama kamu... ga bisa aku rasain semua kebahagiaan yang kamu beri," ucap Alina tersenyum haru menunduk mengusap kepala suaminya.

'Cuup.'

Wanita yang sedang hamil besar itu menunduk mengecup kepala. Suaminya terus menunduk.

'Cuup!'

'Cup-cup-cup!'

Berulangkali Alina mengecup kepala itu dan menyisir dengan penuh kasih. Ia paksa suaminya tuk bangkit.

Alina's Love Story [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang