9. Setuju

9.1K 562 75
                                    

"Sudah, tuan. Ini suratnya." Alina menengadah lemas seiring menyodorkan lembaran kertas. Sudah, dirinya sudah mendatanginya.

"Kamu baca baik-baik?" Ucap Rangga menatap keheranan. Tangannya mengambil segera pada kertas tersebut.

Alina yang diberi pertanyaan itu hanya bisa menggelengkan kepalanya saja. Wajahnya tak sedikitpun mau menatap Rangga yang berdiri disampingnya.

"Why? Gimana kalo isi kontraknya aku bakalan poligami. Kamu ga takut?" Desak Rangga semakin mencari kepastian. Lalu Rangga membeku setelah berhasil melihat bukti tanda tangan Alina pada kertas.

"Enggak, saya ga takut. Kalo jadi istri kedua, hancurin kebahagiaan orang, baru saya takut. Lagian, saya dibayar. Hidup saya dan anak saya terjamin sepenuhnya."

"Saya sudah dibeli sekarang." Alina menangadah penuh, menatap kedua mata biru itu dengan penuh kepasrahan. Biar dirinya dimadu, Rangga nanti memiliki tiga atau empat istri, Alina tidak akan marah, dirinya memang tak berhak marah.

Rangga membeku, tatapannya berakhir pada tandatangan Alina. Ucapan Alina tadi sungguh benar-benar berhasil mengguncang relung hatinya. Betapa Alina pasrah, seolah tak ada yang harus dibuat sakit hati di dunia ini.

"Saya tanya lagi, serius kamu ga baca? Kamu ga tahu isi surat ini?" Desak Rangga kini melangkah mundur agar bisa leluasa bertatap mata dengan Alina.

"Saya baca keuntungannya aja. Putra bakalan disekolahkan di sekolah internasional, bahkan akan dipanggil guru ke rumah sesuai mau Putra. Putra dan saya juga disana akan tertulis akan diberi uang bulanan lima ratus dan dua ratus juta perbulan. It-itu semua lebih dari cukup buat saya. Lima juta sebulan pun sudah cukup bahkan lebih." Alina berucap penuh keseriusan. Alina harus profesional, tak bisa banyak menangis untuk diberi keringanan. Sungguh ini semua Alina lakukan demi Putra, anak satu-satunya.

"Besok, kamu pindah ke rumah aku." Rangga tanpa ragu duduk tepat berdampingan dengan Alina. Tangannya naik mendarat dibahu Alina. Tak sedikitpun Rangga peduli kala jari-jarinya dengan nakal menarik tali dalaman Alina dari luar untuk sesaat.

Alina menciut pasrah. Rasa hatinya begitu berat nan sakit. Harus, dirinya harus begitu pasrah. Jelas dirinya berat untuk bisa disentuh apalagi dijamah oleh sosok yang bahkan baru kenal dengan dirinya.

"Can i hug you? Hmm?" Bisik Rangga perlahan namun pasti mengusap punggung dan bahu Alina dengan kedua tangannya.

"Saya mau ke Putra. Tolong. Hiks." Alina menunduk segera membekap bibirnya agar tak bisa lanjut berisak. Ingin rasanya Alina berlari menjauh dari dekapan Rangga. Jelas Rangga memeluknya dengan nakal.

"Ssut. Jangan nangis. Sekarang aku bawa Putra kesini sekarang, tapi kamu jangan nangis."

Alina bergerak lemah untuk menghentikan dekapan Rangga. Airmata segera ia usap. Menjadi sosok bernama Alina tidaklah mudah. Seluruh masalah seolah ingin datang menghampiri pada dirinya saja. Tapi tak apa, Alina akan selalu berusaha, Tuhan lebih sayang padanya.

'Cuup.'

Alina terpejam dalam. Kecupannya benar-benar dalam di pipi. Alina merasa menjadi wanita murahan, Alina hanya wanita bayaran, tak memiliki kuasa apapun.

Rangga berdiri membenarkan penampilannya. Alina menangis dengan mudah, lalu berhenti lagi dengan mudahnya. Alina tidak menangis Berkepanjangan sama sekali, seolah semuanya harus tidak dijadikan kesedihan. Lalu tanpa pikir panjang, Rangga memutuskan untuk pergi keluar ruangan, menuju anaknya yang sejak tadi ia suruh menunggu diluar bersama asisten pribadinya yang sudah tiba.

Alina's Love Story [TAMAT]Where stories live. Discover now