23. Talak.

6.5K 469 104
                                    

Alina berlarian melewati jajaran serta barisan meja di rumah makan mewah berkonsep eropa ini. Tubuhnya berbalutkan coat kulit yang jauh melewati lutut. Rambutnya ia ikat asal, sedikit sisa keringat masih belum juga hilang setelah dirinya berlarian dari lobi restoran.

"Permisi, mas. Saya mau tanya, dimana ruang VVIP nomor dua?" Tanya Alina menghampiri pelayan yang membersihkan ruangan restoran luas ini.

"Di sebelah sana, kakak."

"Oh, iya. Makasih, mas." Alina segera berlari kencang menuju dimana ruang yang barusan ditunjuk.

"Mamih,.. hiks. Mamih sedih dengernya, Ranggaa. Awal-awal kamu nikah sama Alina, aura kamu berubah seratus delapan puluh derajat. Kamu ga suka marah-marah, kamu selalu happy." Paulina mengusap punggung besar anaknya dengan lembut. Tak henti Paulina berbisik lembut, berusaha mengendalikan emosi anaknya. 

"Enggak. Enggak, miih."

Punggung Rangga membungkuk melengkung, kepala dan tubuh bagian atasnya luruh di atas meja bar. Wajahnya menyamping menempel di atas meja, di disekitarannya ada gelas membarak dengan banyak carian minuman beralkohon yang berupa-rupa banyaknya.

Rangga sudah mabuk, sangat-sangat sudah mabuk. Hanya sisa suara yang lemah saja.

"Akuu,.. aku mau cerain dia aja. Alinaa,.. hhh! Alina bakalan bahagia kalo lepas dari aku." Rangga mengedip-ngedip lemah, matanya berkaca-kaca seiring berucap jujur.

"Biar Alina bahagia di jalan yang dia mau. Biar aku sabar nunggu dia."

"Cause it was hurts. I'm selfish, aku egois." Rangga meringis lirih menatap sang ibu. Dengan mudah airmata menetes dari matanya.

"Mamih harus bantu apa buat kamu? Hmm? Hiks. Hiks. Jangan gini, sayang. Semangat! Masih banyak cara buat kamu luluhin hati Alina. Makanya kamu berubah." Paulina menangis mendekap punggung sang anak, menempelkan sisi kepala mereka, bergerak lembut disana.

Bagaimana hati Paulina tidak ikut sakit? Rangga ternyata sudah tinggal di rumahnya sendiri selama sebulan. Anaknya menjauh dari istrinya sendiri.

"Mamih harus bantu apa, honey? Coba bilang ke mamih, mamih harus gimana," rayu Paulina tak gencar membujuk pada sang anak tersayang.

"Anterin Rangga pulang, biar Rangga talak Alina." Rangga terengah, matanya mengedip bersama tangisan kesedihan.

"Ga boleh gitu. Mamih tahu kamu mau hidup sama Alina."

"Mas Rangga," Gumam Alina berhasil membuka pintu ruangan bar pribadi ini.

Nafas Alina terengah seiring berjalan cepat, bahkan banyak kursi yang ia jauhkan dari hadapannya demi bisa segera menuju Rangga yang kondisinya mengkhawatirkan disana.

"Mas? Mas Rangga? Maas. Mas Ranggaa," ucap Alina berlutut perlahan di samping bawah tubuh Rangga yang sedikit bisa ia lihat wajahnya dari bawah.

Alina kesulitan menelan ludah, penuh usaha dirinya mengangkat tangan mengusap bahu kokoh Rangga yang entah kenapa tak seberotot bulan lalu. Mata Alina berkaca-kaca seketika, tak menyangkan suaminya begitu menyedihkan disini.

"Puas kamu, Alina? Puas kamu bikin kak Rangga hampir mati? Haa?" Ketus Lucia berdiri menatap datar nan dingin penuh kecewa.

Alina's Love Story [TAMAT]Where stories live. Discover now