49. Ngidam

1.2K 102 9
                                    


Kaki itu melangkah tertatih. Ini hari kedua Alina berjalan dibantu oleh tongkat dengan empat kaki. Rangga begitu setia mendampinginya setiap ia ingin ke toilet. Masih di rumah sakit, masih dengan telaten Ranggaa merawat istrinya.

Perlahan Alina melepas gagang tongkat itu dari kedua tangan. Spontan ia mencengkeram lengan kekar suaminya yang sejak tadi siap membantu. Ia kembali langkahnya kakinya, kini ia mulai berani.

"Bismillah." Alina melangkah lamban.

Tidak, kaki Alina tidak bermasalah. Hanya saja tubuhnya yang diharuskan bed rest dua minggu membuat kakinya kaku. Belum lagi perutnya sakit kala kakinya menginjak sesuatu.

"Mau ambil apa?"

"Mau coba ke sofa, mas. Mau ambil remote."

Alina hampir tidak berjalan selama dua minggu. Semua perpindahan tubuhnya dilakukan oleh Rangga yang sigap menggendong.

"Series favorit kamu udah masuk season tiga. Hmm?" dengus Rangga gemas. Kesibukan istrinya adalah menonton serial.

"Haha. Iya." Alina tertawa pendek.

"Terus si Rajanya gimana? Belum mati juga?"

"Belum. Padahal jahat banget. Dia udah bunuh banyak kapten perang yang ga salah," jawab Alina nyaris sampai pada sofa. Ia menjawab dengan lancar.

Rangga terkekeh mendengar itu. Istrinya seperti sedang mengadu.

Tak lupa Rangga memperingati istrinya agar hati-hati mendaratkang bokong. Alina mengangguk patuh.

"Nggak. Nggak sakit, lho," kejut Alina senang. Perutnya tidak sakit kala duduk.

"Sukur kalo gitu."

"Bentar. Tangan kamu dingin."

Kepergian Rangga membuat Alina diam menelisik. Dirinya tak pernah keluar dari kamar, suaminya pun nyaris begitu. Rangga memandikannya, menyuapi makan, memijat tubuhnya setiap saat.

Baru saja fokus menonton, Alina dikejutkan oleh sarung tangan bulu yang dipasangkan di tangan.

"Kaki kamu juga dingin. Ck!" decak Rangga berlutut mengusap betis istrinya.

"Mau pake yang hot atau ekstra hot?"

"Yang hot biasa aja, mas. Nggak sedingin itu, kok."

"Oke."

"Nonton aja! Ga usah penasaran," titah Rangga pada istrinya.

Rangga tergagu mendapati istrinya membeku, tampak berpikir keras. Dengan hati-hati ia menambahkan tangan di depan wajah itu, tidak digubris.

Alina terkesiap, ia mengedip gugup. Ternyata suaminya menunggu sejak tadi.

"Ada apa?" tanya Rangga berlagak tak cemas. Jangan sampai istrinya membahas cerai.

"Uummm,.."

"Panas-panas ginii,.. enak kali ya, makan rujak. Rujak bebek yang diancurin itu. Yaang,.. sama bumbunya jadi meresap." Alina memicing mengingat detail makanan yang ia maksud.

"Rujak beb-beb-? Beb apa?"

"Rujak bebek, maas," timpal Alina terkekeh membelai wajah yang mendongak itu.

"Hahaha. Sorry, sorry, baru denger." Rangga bersemu merah.

"Tap-tapi,.."

"Ya? Tapi kenapa?" sahut Rangga merapikan celana istrinya seperti semula.

"Aku mau lihat penjualnya langsung pas lagi bikin." Alina sontak membelai perut bawah. Mata cantiknya memicing malu.

"Teruus,.."

Alina's Love Story [TAMAT]Where stories live. Discover now