Mama bilang, "cara sederhana mereka yang kuat untuk bahagia di tengah kesepian adalah berteriak di tengah keramaian."
000
Jingga mengamati dengan fokus dua schedule sekolah yang ia tempel pada dinding kamarnya dan memperhatikan keduanya secara bergantian. Matanya yang semula pada jadwal sekolahnya langsung beralih melirik ke arah jam untuk mengetahui sekarang sudah jam berapa, agar gadis itu tidak terlambat nantinya untuk berangkat ke sekolah.
"Sastra Inggris ...." Jingga berusaha mengingat sesuatu dan gadis itu merasa ada sesuatu yang janggal.
"Kamus gue." Gadis itu segera mengambil kamus bercetak tebal itu untuk di simpan di samping tasnya agar tidak ketinggalan.
Setelah semua buku mata pelajarannya lengkap, Jingga memasukkannya di dalam tas, kecuali kamus tebal yang akan siap ia bawa dengan tangan kosong.
Gadis itu harus lebih awal datang ke sekolah.
000
Jingga memperhatikan dua orang yang berjalan pelan dengan satu laki-laki yang fokus membaca buku tulis, Jingga yang mengenali mereka langsung berlari menghampiri membawa kamus di tangannya dan sebungkus totebag makanan untuk nantinya Iqbal makan.
"Pagiii, Iqbaall!"
Eno menyenggol lengan laki-laki yang sibuk membaca buku catatan kimianya. Iqbal berdecak kesal pada Eno, karena mengganggu fokusnya.
"Kenapa lagi? Lo gak lihat gue lagi baca nih, buku buat ulang-"
"Ada Jingga, noh. Depan lo," potong Eno. Iqbal menatap lurus dan sudah menemukan Jingga berdiri di hadapannya. Eno yang berada di samping Iqbal memilih mengambil buku yang ada di tangan Iqbal dan pura-pura membacanya, lalu memperbaiki kacamatanya yang sedikit melorot.
Gadis itu tersenyum lebar sambil menggenggam satu kamus di tangannya.
"Dia sempet ngomong apa tadi?" Iqbal berbisik pelan pada Eno. Eno mendekat dan ikut berbisik.
"Katanya selamat pagi, Iqbal." Iqbal menghela napasnya berat. Jingga berdiri canggung, dirinya meneguk ludahnya menatap Eno yang menyembunyikan wajahnya dengan buku tulis sembari mendekat untuk berbisik sesuatu pada Iqbal.
Menyadari Jingga yang sudah curiga, Eno cengengesan ikut menatap Jingga dan sebaliknya Iqbal hanya menatap Jingga tidak berekspresi apapun.
"Ah, iya." Gadis itu mengulurkan totebag berwarna coklat, lalu tersenyum riang. "Lo nggak perlu beli makanan lagi. Gue udah siapin pagi-pagi tadi, nasi goreng dengan sosis! Nih, Bal."
Iqbal memutar bola matanya malas. "Gue masih mampu beli makanan, gue nggak miskin!"
Eno yang memperhatikan totebag dengan wajah kelaparan mendengus. Pemuda itu sontak mengambil totebag itu.
"Kalau Iqbal nolak buat gue aja!"
Jingga terkejut, gadis itu menggaruk tengkuknya. "Tapi, ini buat Iqbal, No."
"Gue nggak mau!" tolak Iqbal.
"Yudah deh, buat Eno aja," balas Jingga tersenyum kemudian menyerahkan satu kamus yang menjadi tujuannya mencari Iqbal.
YOU ARE READING
Hey! I Just Want You!
Teen FictionLelucon gila terus saja datang mempengaruhinya untuk berhenti pada satu hal yang ia perjuangkan selama ini. Tapi, baginya satu nama yang ia simpan dan jaga dengan baik adalah segalanya yang harus menjadi milik Jingga. Segala yang paling banyak memba...