BAB 20 [Sepeda Jingga]

82 15 0
                                    

Gadis itu memejamkan matanya, menikmati satu lagu dari headset kecil miliknya. Dirinya duduk pada ayunan yang baru saja kemarin dibuat tak jauh dari lapangan sekolah.

Ujian sekolah sudah berakhir yang artinya kebebasan sudah ada di depan mata, tinggal menunggu penerimaan rapot dan beberapa aktivitas classmeeting.

Jingga duduk dengan tenang, gadis itu masih menunggu kedatangan Fani, dirinya dan Fani berniat untuk berbicara bersama di sini.

"Je, udah lama?" Jingga yang menikmati alunan musik dari headset sontak menoleh saat mendengar suara satu gadis yang mendekat ke arahnya.

Jingga melepaskan headset dari telinganya, lalu menggeleng kepalanya, dirinya juga baru saja duduk di ayunan itu. Fani yang tersenyum lega langsung mengambil ransel milik Jingga untuk mendekat ke arahnya.

Fani, dirinya duduk di atas rerumputan dan ransel itu dalam pangkuannya untuk menutup bagian yang membuat dirinya tidak percaya diri.

Jingga yang melihat Fani duduk memutuskan untuk turun dari ayunan dan ikut duduk bersama.

"Waktu begitu cepet ya, Fan," sahut Jingga.

Fani mengangguk, Jingga benar. Dirinya juga terlalu sibuk dengan dunianya bersama teman-temannya hingga waktu terasa begitu cepat.

"Gue bosen banget," ucap Fani sambil menjulurkan kedua kakinya lurus dan meletakkan ransel milik Jingga ke samping, sedangkan Jingga memilih diam dan memikirkan sesuatu yang asik.

"Lo gak milih pulang, Je?"

"Gak, nyokap gue lagi dinas keluar kota. Gue kesepian." Mendengar itu Fani mengangguk paham.

"Sama," jawab Fani, gadis itu menatap lurus.

"Bedanya mama gue pergi selamanya."

Jingga terkekeh dan meletakkan tangannya pada pundak Fani, seolah memberikan satu dukungan tidak langsung dan mengingatkan Fani bahwa gadis itu tidak sendirian sekarang.

Keduanya sama-sama memilih menutup mulut rapat. Jingga menatap wajah teman barunya di semester ini dengan lamat, lalu ia memutuskan untuk berdiri.

"Kayaknya kita butuh waktu bareng, deh," usul Jingga tiba-tiba. Gadis itu tersenyum, membuat Fani menoleh heran.

"Ini udah waktu bareng."

"Bukan." Jingga menarik tangan Fani untuk berdiri.

"Lo punya sepeda kan, di rumah, Fan?"

"Ada dong!" Gadis itu terkekeh. "Lo mau ngajak gue sepedean?"

"Kayaknya, cuma kurang yakin lo bakal jago kayak gue."

Tatapan remeh dari mata Jingga yang terarah pada Fani, membuat gadis itu memutar bola matanya dan ikut berdiri sembari melipatgandakan kedua tangannya di dada.

"Jangan ngeremehin."

"Di coba aja, hahaha." Jingga tertawa dan mengambil ranselnya.

"Sebelum balapan sepeda, gue mau lo lawan gue balapan lari." Fani tidak percaya dengan dia ia dengar. Perasaannya campur aduk, kemudian tersenyum sinis seolah perkataan Jingga adalah sebuah tantangan yang diajukan seorang anak kecil.

"Ok, we'll see." Setelah mengatakan itu, Fani langsung nyelonong memulai berlari, membuat Jingga sontak terkejut dan menatap punggung Fani sebal.

"Fani awas ya, lo!" Fani yang sudah lebih dulu berlari tertawa, membuat Jingga mengejarnya sembari membawa ranselnya di punggungnya.

Setelah saling berlarian dan mengejar satu sama lain, mereka berdua sudah sampai di tempat parkir sekolah.

Hey! I Just Want You!Where stories live. Discover now