BAB 16 [Bersikap Biasa]

106 16 0
                                    

"Bukan sebuah pilihan. Jika, itu maumu untuk bersama, akan kupikirkan lebih dalam untuk memberimu kesempatan."

***

"Gue lebih suka kalau lo pake kacamata, No."

"Kelihatan lebih hot dan seksi."

Lontaran kalimat frontal dari Jingga, membuat Eno seketika diam. Laki-laki itu menoleh dan menyipitkan matanya menatap wajah Jingga yang tidak terlalu jauh dari pandangannya.

"Lo nafsu sama gue?" interogasi Eno.

Jingga meblak-blakan matanya. "Gila lo!"

Kekehan dari laki-laki itu terdengar renyah, membuat Jingga menahan malu setelah mengatakan itu.

"Suer itu keluar dari mulut gue tanpa sengaja. Gue akui, lo kalau gak pake kacamata lebih kelihatan macho," ujar Jingga.

Gadis itu menggaruk pelipis sebelah kanannya. "Tapi, gue lebih suka liat lo pake kacamata. Wajah lo lebih seksi pake kacamata, No," lanjutnya.

Setelah memberikan penjelasan klarifikasi, Jingga membuang mukanya, membuat Eno langsung mengambil kacamatanya dibalik saku dan memakainya.

"Apa ini udah cukup bikin lo nafsu sama gue?" tanya Eno sembari terkekeh.

Jingga menoleh dan melotot mendengar ucapan laki-laki di sampingnya. "Aih!" keluhnya.

Eno mengerlingkan mata kanannya, membuat gadis itu mencabut paksa rumput di depannya dan melempar rumput itu pada Eno.

Eno yang gemas meraih pipi Jingga dan mencubitnya.

"Udah ah, main-mainnya," ujar Eno.

Eno memilih berdiri mendekat dan mengulurkan satu tangannya pada Jingga. Berharap Jingga tidak menolaknya untuk bangun dan kembali ke ruangan ujian gadis itu.

Jingga mendongak menatap lekat kedua bola mata teduh dibalik kacamata yang dikenakan yang sedikit menyilau, karena pantulan cahaya.

Laki-laki itu menarik napasnya sebentar, karena Jingga tidak akan pernah mau mendengar dirinya.

Berulang kali ucapannya menjadi angin lalu bagi gadis itu. Eno mengambil tas kecil milik Jingga untuk digendong.

Sontak terkejut, Jingga melambaikan tangannya menolak Eno melakukan itu.

"Lo gak perlu repot-repot! Gu-"

"Masih mau duduk di sini?" sela Eno. Laki-laki itu kembali mengulurkan tangannya. Berusaha untuk membujuk Jingga.

"Lo bisa pegang tangan gue," tawar Eno.

Gadis itu terdiam. Berpikir sejenak dan mengembuskan napasnya.

Gadis itu masih belum puas menikmati lapangan rumput hijau dan rasa sejuk yang diberikan pagi ini padanya.

Pasalnya beberapa saat lalu ia harus melihat Iqbal bersama gadis lain yang tentunya membuat Jingga merasa kehilangan kepercayaan dirinya.

Kepalanya kembali memikirkan tentang kesempurnaan gadis bernama Karin. Semua orang melihat Karin adalah gadis sempurna yang bisa melakukan apapun.

Dibandingkan dengan dirinya, Jingga hanya gadis biasa yang sering mengusik ketenangan Iqbal.

"Gue masih mau di sini," kata Jingga dengan tersenyum lebar.

"Lo bisa balik dulu," lanjutnya.

Mendengar tolakan dari Jingga, Eno melirik jam di tangannya.

"Ujian dimulai sepuluh menit lagi, Je!" ujarnya, Eno tidak ingin Jingga akan terkena lebih banyak masalah lagi.

"Gue gak peduli."

Hey! I Just Want You!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang