BAB 48 [Kekecewaan]

94 15 4
                                    

Jingga senang tentunya dengan ajakan Iqbal, dirinya menoleh ke samping memperhatikan pemuda itu yang fokus menyetir. "Lo mau beliin gue es krim di mana?"

Iqbal menoleh, dirinya menunjuk ke depan. "Di sana."

Mendengar itu Jingga berdecak kesal. "Maksud gue di mananya?"

"Kepo," balas Iqbal sambil terkekeh.

Mendengar itu, Jingga lebih memilih merapatkan bibir. Tak ingin banyak bicara.

Gadis itu menjadi penurut sore ini dan juga senang saat Iqbal memperlakukannya dengan baik.

Iqbal yang memperhatikan Jingga cengengesan mengangkat satu alisnya. "Ada yang kurang nggak?"

Jingga sontak mengecek segalanya, mulai dari tas hingga saku celananya. Gadis itu menggeleng cepat. "Enggak ada. Lo sendiri?"

"Enggak ada juga. Bawain ini oleh-oleh buat mama lo."

Jingga mengangguk. "Makasih traktirannya, Bal."

"Sekarang lo mau pulang atau mau lanjut lagi kelilingnya?"

Jingga mendadak membisu, kemudian tersenyum. "Keliling boleh?"

Iqbal langsung mengangguk. "Yudah, buruan masuk."

Dengan cepat, Jingga masuk ke dalam mobil dan melihat Iqbal yang ikut masuk ke dalam. "Lo mau ke danau itu lagi nggak, Je?"

"Bisa, mumpung lagi senja-senjanya."

"Senja-senjanya apanya, hahahaha." Iqbal tertawa kemudian menyalakan mobilnya.

Mendengar tawa Iqbal, Jingga tersenyum lebar. "Ketawa gini terus ya, Bal."

"Hum? Maksudnya?"

"Ketawa aja gini terus, aku suka."

Iqbal terkekeh. "Siap, Je."

Mereka bercanda ria bersama, membuat hati keduanya sama-sama dipenuhi perasaan bahagia. Perasaan Jingga perlahan lega, dirinya hanya berharap Iqbal tidak sungkan lagi, ketika berbicara dengannya.

Doa yang terus-terus ia ucap sepanjang waktu kini perlahan menjadi kenyataan manis.

"Gu-

SRETTTTTTTT!

"IQBAL!"

Tubuh Jingga hampir saja terpelanting ke depan, napasnya naik turun. Dirinya menoleh Iqbal.

"Lo nggak apa-apa, Bal?" tanya Jingga. Iqbal yang napasnya naik turun juga ikut menoleh pada Jingga.

"Gue nggak kenapa-kenapa."

"Terus kenapa lo ngerem mendadak?"

Iqbal beralih ke depan, membuat Jingga mengikuti arah pandangannya.

"Karin?!" Jingga melotot. "Dia ngapain berdiri di situ?"

Wajah Iqbal yang pucat menggeleng lemas.

"Turun, Bal," suruh Jingga, tapi Iqbal hanya diam.

"Tolongin Karin ... dia kelihatannya butuh lo."

Lagi-lagi Iqbal diam, pemuda itu mengingat bagaimana Karin menyakiti hatinya, tangan kedua pemuda itu mengeras dan mencengkeram stir mobil.

"Dia harus mati."

Jingga menahan tangan Iqbal dan menggeleng cepat. "Lo jangan gila!"

Pemuda itu tidak peduli, dirinya langsung melepas rem mobilnya, yang membuat Jingga melotot dan histeris.

"IQBAL BERHENTI! LO JANGAN GI-"

BRAK!

"ARGHHHHH!"

Jingga lemas, gadis itu langsung membuka pintu mobil Iqbal untuk turun setelah mendengar suara tubrukan antara mobil dan tubuh Karin.

Hey! I Just Want You!Where stories live. Discover now