BAB 36 [Unit Ke Sadaran diri]

85 11 0
                                    

"Gue tahu siapa yang harus bertanggung jawab soal ini! Harus gue kasih pelajaran, lo tunggu sini, Je!" Jingga yang terbaring lemah menahan lengan Fani agar tidak pergi. Gadis itu menggeleng pelan.

Eno yang duduk di kursi yang tak jauh dari mereka memilih berdiri dan berjalan menghampiri keduanya.

"Lo kenapa tolol gini, Je?" tanya Eno, pemuda itu bingung dengan tingkah Jingga yang lebih mementingkan seseorang yang bahkan tidak peduli dengannya.

"Lo salah, gue pinter." Mendengar itu Eno geleng-geleng kepala.

"Kalau lo pinter seharusnya lo tahu kan, ini hal konyol buat diri lo kesusahan?' Eno mencubit hidung gadis itu, membuat Jingga menghindar.

"Gue gak pernah ngerasa kesusahan kalau menyangkut soal Iqbal."

"Mata lo buta atau gimana? Berhenti, Je," paksa Fani. Gadis itu memegang lengan Jingga dan menghentak-hentakkannya pelan supaya Jingga sadar bahwa semua perjuangannya akan sia-sia.

"Gak akan. Gue cinta sama Iqbal, sampai kapan pun itu. Gak akan ada sesuatu apapun yang buat Iqbal kesusahan selain gue!" Jingga menggeser posisi tidurnya menjadi duduk dan bersanggah pada dinding.

"Halah, lo tau gak sih, definisi sebenernya cinta, Je?" tanya Fani.

"Tau, bahkan gue lebih tau dari lo. Cinta itu sebuah ketulusan, keikhlasan dan kesabaran, gue bisa nunggu seumur hidup gue biar Iqbal suka sama gue. Gue bahkan rela ditinggalinya ribuan kali, asal sesekali Iqbal balik ke gue, hahaha." Tawa Jingga meledak, gadis itu tertawa sedikit miris dengan hidupnya, membuatnya lupa dengan tubuh lemasnya.

Eno dan Fani saling menoleh, keduanya sudah benar-benar lelah harus melakukan apa lagi supaya Jingga berhenti dengan drama cintanya yang konyol itu. Mau bagaimana pun gadis itu tidak akan bisa meluluhkan hati Iqbal yang sekeras batu itu.

"Gue gak bisa ngerti lagi, terserah lo."

Fani mengambil segelas air dan memberikannya pada Jingga, lalu diterima hangat oleh gadis itu untuk ia minum.

"Makasih, Fani. Makasih juga buat lo Eno, entah gimana lagi kalau lo berdua gak bantu gue tadi, mungkin jadi ikan asin." Jingga terkekeh.

"Gue seneng sama lo, No. Mau lo sedeket apapun sama Iqbal, lo gak perhitungan soal bantu gue."

Eno melupakan kegilaan Jingga dan memilih terkekeh pelan. "Gue belajar dari Iqbal, mau seenggak suka atau sesuka apapun sama seseorang lo harus punya jiwa kemanusiaan dan kalau ada yang janggal di hati, lo harus ingat lo bantu dia, karena kemanusiaan. Itu alasan biar lo gak jadi manusia egois."

Jingga terdiam, mencerna kalimat Eno barusan, sedangkan Fani beralih fokus pada ponselnya.

"Artinya-"

"Karin ngepost Iqbal di-feed Instagramnya." Fani menunjuk foto tersebut pada Jingga.

Jingga langsung melihat foto yang ditunjuk oleh Fani dengan cepat, gadis itu mengamati dengan baik foto tersebut.

"Ini waktu liburan semester kemarin?"

Fani mengangkat kedua bahunya. "Kelihatannya, sih."

"Karin beruntung, ya." Jingga terkekeh, gadis itu melihat keduanya sedang tersenyum dan saling memeluk dengan penuh sayang.

"Gak juga, sih," sahut Fani. "Lo lebih beruntung, karena Tuhan baik menyelamatkan lo dari rasa sakit."

"Deket dia atau jauh dari dia, tetep sakit, Fan."

"Gak ada waktu sad-sad, gue nyesel pamerin ini."

Jingga tertawa kecil. "Ah, lo mah! Gara-gara lo gue galau ini."

Hey! I Just Want You!Where stories live. Discover now