BAB 44 [Pajangan]

83 12 5
                                    

Sebelum detik selanjutnya tiba.

Kamu tetap pemenangnya, karena bagiku yang mencintai:

Kamu bukan luka, tapi luka itu datang,

Ketika harapanku untuk hari yang indah denganmu adalah angan yang terus kucoba paksa nyalakan.

Jingga untuk Iqbal
Iqbal untuk Jingga, kapan?

***

"Lama banget, sih, anjir!" keluh Fani, membuat Jingga geram dan segera berjalan menghampiri Fani yang hendak menutup mobil.

Gadis itu dongkol, Fani sedari tadi membuat kupingnya panas dengan keluhan-keluhan yang bermacam tentang gadis itu.

"Sabar, gue lagi ambil sendal ternyaman gue buat di mobil." Setelah mengatakan itu, Jingga memutar bola matanya malas.

"Mama lo dan gue udah nggak sabar, Je. Buruan naik keburu malem sampenya, lo nggak mau lihat matahari terbit besok pagi, hah?" Fani kembali berbicara, Jingga yang mendengar itu mengerucutkan bibirnya.

Rita yang duduk di samping bangku pengemudi terkekeh. "Iya, nih. Jingga lama banget."

Jingga berdecak dan menghentakkan kakinya, lalu masuk ke dalam mobil. "Mama malah belain Fani yang ngomel-ngomel."

"Kamunya lama, sih."

Fani tersenyum puas, ia melihat wajah cemberut Jingga sontak menjulurkan lidahnya.

"Apalagi yang ketinggalan? Dicek dulu." Rita menoleh ke belakang memperingati putrinya itu.

Keduanya menggeleng. "Enggak ada, Ma," jawab Jingga.

"Kamu, Fan?"

"Enggak ada juga, Ma."

"Okei, kalau kedinginan-" Rita berhenti pada selimut yang sempat wanita itu letakkan pada dashboard mobil, lalu menoleh ke belakang seraya berkata, "Dipake buat tiduran."

Fani langsung mengambil selimut tersebut dan tersenyum. "Terima kasih, Ma. Jingga pasti kedinginan."

Rita mengangguk dan fokus menatap sopir pribadinya. "Jalan aja, Pak."

"Siap, Nyonya."

"Eh, Je, dipake dong."

Jingga kembali memutar bola matanya dan mengambil selimut di tangan Fani. "Iya, Fani. Bawel banget!"

Jingga kemudian fokus pada ponselnya, begitupun Fani, tidak ada percakapan di antara keempatnya.

Jingga menyipitkan matanya dan melihat postingan Twitter terbaru Iqbal, gadis itu melirik jam di ponselnya.

Pukul 23.40 WIB.

"Ketika cintamu tak pernah dihargai di belakang, kamu melangkah mendekati yang mencintaimu."

Gadis itu kemudian beralih pada WhatsApp miliknya untuk mengecek sesuatu, profil WhatsApp pemuda itu kosong.

"Fan, lo ngerasa aneh nggak sama Iqbal?"

Fani yang sibuk pada aktivitas instagramnya menoleh dengan menautkan kedua alisnya. "Aneh kenapa, Je? Iqbal tetap pada sifat menyebalkannya dan angkuh."

Hey! I Just Want You!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang