BAB 52 [Sejenak Lupa]

62 12 0
                                    

Tidak ada hari manapun Jingga melihat kemesraan yang ditunjukkan Iqbal kepada Karin, rasanya impian Jingga benar-benar pupus. Gadis itu hampir kehilangan akalnya untuk menunggu Iqbal menoleh kepadanya atau sekadar menarik perhatian pemuda itu rasanya sangat mustahil untuk diwujudkan Tuhan.

"Soal bab berapa yang udah lo kerjain, Je?" Cermin bertanya, membuat Jingga menghentikan lamunannya.

Gadis itu menunjuk buku tulisnya yang kosong, yang membuat Cermin mengerutkan dahi.

"Tumben?"

Jingga mengangkat bahu. "Lagi males," balasnya. Gadis itu harus menikmati jam kosong sebelum bergelut dengan tugas. Untung saja gurunya hanya memberi tugas latihan dua bab, bagi Jingga-ia bisa menyelesaikan dengan cepat dan setelah itu pulang.

"Kalau udah selesai kabarin ya, Je. Gue mau kerjain tugas gue tepat waktu dan berubah jadi lebih baik." Cermin tersenyum, yang membuat Jingga mengangguk saja.

Seusai mengatakan itu, Cermin kembali ke tempat duduknya yang disambut oleh Cika dengan pertanyaan.

"Gimana?"

"Jingga kayaknya lagi ada masalah. Kita usahain aja, kalau gak tau baru tanya dia."

"Hum oke."

Fani yang baru saja masuk ke dalam kelas setelah membantu Ibu Lilis membawakan buku ke perpustakaan menghampiri Jingga.

"Gue capek banget," keluh Fani. Gadis itu duduk di kursi kayu yang kosong berada di samping Jingga.

"Tadi lo tau nggak, sih, Je? Gue ketemu Eno. Dia jalan sama cewek di koridor pas gue mau ke perpustakaan, gue perhatiin kayaknya adek kelas kita, soalnya gue kenal semua temen angkatan."

Jingga menoleh. "Pacarnya kali," sahut Jingga. Gadis itu membuka buku paketnya untuk mencari soal yang akan ia kerjakan.

Fani memegang dagunya dengan tangan kanannya berusaha berpikir seraya berkata, "Bagus, deh. Kalau itu pacarnya."

"Gimana, lo udah tulis semua jawabannya?"

"Boro-boro jawaban, soalnya aja gue belum."

"Hah? Tumben banget. Lo lagi mikirin apa?"

"Iqbal," jawab Jingga. Gadis itu mulai menulis soal pada bab pertama di buku tulisnya kosong.

"Ya elah, gue kira ada masalah apa."

Jingga menghentikan jarinya menulis dan menoleh serius pada Fani. "Mulai sekarang, gue nggak akan lagi berharap sama Iqbal."

***

"Gue butuh kepastian lo." Iqbal yang menutup tas Karin, menoleh pada gadis itu.

"Kepastian apa?"

"Kita pacaran nggak, sih, Bal?"

Iqbal tertawa kecil. Pemuda itu mengangkat tas Karin untuk membawanya.

"Mau gue tinggal?" Karin berdecak. Gadis itu mengekori Iqbal dari belakang, yang menyadari itu membuat Iqbal menghentikan langkah.

"Jangan di belakang, seharusnya lo jalan di samping gue."

Karin yang mendengar itu memutar bola matanya dan melipat kedua tangannya. "Jawab pertanyaan gue."

"Menurut lo?"

"Ha?"

"Ya, menurut lo."

"Pa-caran?" Karin mengembangkan senyumnya.

Iqbal yang melihat wajah Karin gemas sendiri dan sontak mengacak-acak rambut gadis itu.

"Ayo sayang."

Hey! I Just Want You!Where stories live. Discover now