BAB 49 [Hari Biasa]

77 13 6
                                    

Banyak orang mengira, ketika jatuh cinta adalah sesuatu bahagia untuk dirayakan oleh diri sendiri. Tapi, tidak dengan Jingga. Merayakan apanya? Kembali dengan perasaan hancur yang bergelut di rongga dada. Begitu sesak, ingin mati, dan terbunuh.

Jika, bayang-bayang menyakitkan itu menghantam ingatannya, dirinya berusaha mencengkeram tangan dan sesekali memukul kepalanya, meredakan sedikit amarah dan kekecewaan.

Hidupnya kembali ditarik ke belakang, hanya bisa memandang seperti dulu kala, melihat sosok yang ia cintai kembali bersama dengan gadis lain.

"Karin kenapa?" Fani bertanya seusai melihat objek yang menarik perhatiannya dari arah jendela, ketika Iqbal membantu gadis itu berjalan.

"Gue nggak peduli dia kenapa." Setelah mengatakan itu, Jingga melarikan dirinya dari kelas.

"Je, tunggu gue." Jingga tak mendengarkan, gadis itu harus mencari tempat untuk membersihkan perasaanya yang sudah lama berkeruh.

Fani yang terus mengejar Jingga, sekarang bertanya-tanya, kenapa sahabatnya itu sangat murung dua minggu ini.

Iqbal yang memperhatikan punggung Jingga berlari dan Fani yang mengejarnya langsung memalingkan muka dan tersenyum pada Karin, berusaha agar gadis itu tak menyoroti keduanya.

"Bal, gue bisa jalan sendiri, kok."

Iqbal melepaskan genggaman tangannya dan mengangguk.

Karin yang melihat tak ada sedikitpun penolakan hanya bisa tersenyum. Dirinya kembali meraih tangan Iqbal.

"Gue nggak kuat jalan sendiri ternyata."

Mendengar itu Iqbal mengangguk lagi. "Perasaan lo udah lega sekarang?"

Gadis itu tersenyum simpul. "Sudah, makasih udah nemenin gue hirup udara segar. Mau ke kantin, Bal?"

Iqbal menggeleng. "Gue nggak laper, lo juga nggak boleh makan sembarangan. Ayo balik kelas, gue dah siapin lo bubur di atas meja lo."

"Iya, pegangin gue, ya?"

"Pasti," jawab Iqbal.

Mereka kemudian berjalan pelan untuk menuju ke kelas. Rasanya Karin senang dan begitu bersyukur Tuhan memberinya kesempatan untuk bersama Iqbal kembali. Dirinya tidak akan membiarkan perasaan Iqbal kepadanya hilang.

Pemuda itu harus menjadi milik Karin selamanya.

Di sisi lain, Jingga terduduk di ayunan taman sekolah, diikuti Fani di sampingnya, gadis itu sesekali mengembuskan napasnya kasar, membuat Fani terkekeh.

"Iqbal bikin lo sakit hati lagi?"

Jingga mengangguk. "Iya, sampe gue bener-bener gak tau gimana hati gue sekarang."

"Gue juga bilang apa kemarin sama lo, Je, sekarang lo sendiri yang gila."

"Tau gini gue juga gak mau, hahaha. Perasaan gue dah gak bisa lagi dijelasin. Nyesel dua minggu lalu gue jalan sama Iqbal, ini semua gak bakal terjadi dan mereka gak balikan."

Fani mengerutkan keningnya. "Karin bukannya udah putus sama Iqbal? Kok, bisa balik lagi? Bukannya lo sama Iqbal tahap pendekatan?"

"Tahap pendekatan?" Jingga menoleh ke samping sambil terkekeh. "Yang ada gue jadi badutnya, Fan."

"Terus? Gimana?"

"Buat sekarang, perasaan gue sama Iqbal udah bener-bener mati. Banyak kebencian dibanding cintanya gue sama dia. Gue bener-bener benci Iqbal."

***

"Bal," panggil Karin, ketika pemuda itu hanya melamun.

"Hah? Iya?"

Hey! I Just Want You!Where stories live. Discover now