BAB 50 [Pita Merah]

67 11 1
                                    

Kedua mata coklat teduh dengan raut senyum menghiasi wajah yang fokus menatap arah depan, bersama embusan angin gadis itu melihat seorang pemuda dengan menggunakan pakaian kemeja putih, rambut yang sedikit berantakan, sepatu hitam yang dikenakan dan celana panjang hitam itu berlari ke arahnya, pandangan gadis itu tak bisa lepas, dengan senyuman yang terus merekah dan tangan melambai, ia benar-benar tersihir melihat senyum pemuda yang mengarah ke arahnya itu.

Jatungnya berdegub dan seluruh tubuhnya terpaku, ketika pemuda yang sedang berlari itu menunjukkan bunga dengan senyuman lebar.

Dengan bibir yang merona dan masih tersenyum ia melangkahkan kakinya menghampiri, akan tetapi langkah gadis itu terhenti.

"Je, lo mau ke mana?" Jingga membalikkan badannya dan tersenyum.

"Gue mau nyamperin di-"

"Iqbal? Gak usah, lo gak lihat di belakang gue ada siapa?" Sontak saja Jingga memperhatikan seorang gadis yang berdiri tak jauh di belakang Fani dengan senyum tipisnya yang melambaikan tangan ke arah seorang pemuda yang sedang berjalan ke arah mereka.

"Oh," balas Jingga, setelah ekspektasi dalam pikiran mematahkan hatinya, Jingga meraih tangan Fani untuk segera pergi.

"Mending nontonin fashion show kelas kita," ujar Jingga.

"Eh- temenin gue ke toilet, Je." Jingga terdiam sesaat, ketika Iqbal melewatinya tanpa menoleh sedikitpun, aroma khas baccarat masuk ke dalam indera penciumannya.

Jingga mengembuskan napasnya dan menoleh ke arah Fani. "Yudah ayo."

Setelah itu, Jingga berjalan sambil bergandengan dengan Fani. Tangan Fani tergenggam kuat olehnya untuk menyalurkan perasaannya yang berkecamuk, membuat Fani menyadari itu memilih membiarkan. Gadis itu mengerti bagaimana porak-porandanya hati sahabatnya itu.

"Ayo jalan, Je."

"Ah, iya." Tak bisa dipungkiri, Jingga sempat melirik ke belakang di mana Iqbal memberi setangkai bunga mawar kepada Karin dan Karin yang menerimanya dengan senyum lebar.

"Nanti di toilet bantu iketin kain gue ya, Je?"

"Hah?"

"Tolongin gue iketin kain buat dijadiin rok," ulang Fani, membuat Jingga mengangguk.

"Santai. Apa, sih, yang gak buat lo?"

Fani tersenyum, lalu merangkul Jingga sambil berjalan bersama.

***

Dengan barisan kedua di belakang Fani dan Jingga duduk menyaksikan beberapa pertunjukan yang ditunjukkan oleh siswa-siswi SMA-nya, ada yang menyanyi solo, gitar duet, dan bakat-bakat lainnya yang ditunjukkan untuk memeriahkan acara memperingati hari sumpah pemuda.

Dirinya menoleh pada Fani. "Tumbenan Karin nggak jadi MC?"

"Tanggung jawab udah dilempar ke adek kelas OSIS, emangnya kenapa?"

"Ya nggak apa-apa, gue dari tadi nggak liat Karin dan juga ... Iqbal, sih."

"Lagi siapin fashion show kali. Kan, acara utamanya belum mulai."

"Iqbal ikut?" tanya Jingga penasaran.

"Ikut kayaknya, pasangannya Karin. Maybe, gue juga kurang tau."

Jingga menundukkan kepalanya, kemudian tersenyum pasrah. "Tuhan selalu nguji hati gue."

"Ssst, nggak boleh gitu. Mending kita lupain Iqbal dan seru-seruan di sini, ada pameran juga di tenda sebelah lo mau lihat-lihat nggak?"

"Gak mood gue, Fan."

"Ke stand makanan?"

Jingga melirik perut buncitnya, dirinya tertawa, kemudian berucap, "Gue pake rok kainnya sempit, gimana nanti kebablasan?"

Hey! I Just Want You!Where stories live. Discover now