BAB 59 [Lelucon Sama]

74 10 1
                                    

Parasnya yang cantik sedikit berkerut, karena termakan usia mendapati bukan hanya Jingga, Eno dan dua orang asisten yang bekerja untuknya di dalam ruangan ini, melainkan sosok laki-laki yang memakai kaos hitam dan celana hitam pendek sembari menatapnya juga pada posisi duduk di samping ranjang Jingga.

Menyadari kedatangan Mama Jingga, Iqbal berdiri dan menyalami tangan Rita.

"Halo, Tan. Saya Iqbal temen Jingga." Meskipun Rita sudah mengenali dirinya, bagi Iqbal tidak salahnya memperkenalkan diri kembali, pemuda itu harus mencairkan suasana.

Ketika mendengar Eno bercerita panjang semalam, membuat Iqbal mengerti dan bersalah. Ibu mana yang tidak membenci seseorang yang menyebabkan putrinya menderita? Tidak ada, jika pun ada, mana mungkin. Semua ibu menginginkan anaknya bahagia.

Rita terpaku dan memilih bungkam, ketika tangan hangat itu menyentuh tangannya. Suasana sudah diduga tidak mengenakkan bagi Iqbal, kini menjadi kenyataan yang harus ia hadapi.

Melihat Rita berjalan ke arah Jingga dan memeluk gadis itu cepat, membuat Iqbal menggaruk hidungnya dengan telunjuk berusaha menyembunyikan rasa gugupnya. Mama Jingga saat pertama kali pemuda itu kenal kini berbeda dengan wanita yang sedang berdiri memunggunginya.

"Gimana tidurnya?" tanya Rita, ketika Jingga melepaskan pelukan mamanya.

"Seger," jawab Jingga terkekeh. "Aku cuma kecapean malah dibawah ke sini pake alat pernapasan lagi," sungut gadis itu, membuat orang-orang yang ada di dalam ruangan ini terkekeh, sesekali tertawa.

Rita mengerucutkan bibirnya, kemudian tersenyum. "Setidaknya anak mama bisa sadar dan sehat lagi."

Jingga mengangguk, gadis itu memegang perutnya. "Aku laper, Ma."

"Lo laper?" Semuanya menoleh ke arah Iqbal, membuat pemuda itu langsung berdehem kaku.

"Kamu laper, Je?" Iqbal kembali bertanya sopan.

"Iya, Bal. Gue laper."

Eno langsung bangun dari duduknya dan menghampiri Jingga.

"Lo mau makan apa? Gue beliin." Mendengar itu Jingga tersenyum menghadap Eno.

"Gue pengen nasi padang, bakso, nasi goreng, gorengan, mie ayam dan es teh."

Mendengar itu, semua orang di sini terbelalak.

"Non, yakin?" Bibi yang mengurusi rumahnya terkejut, tidak biasanya gadis itu memiliki keinginan memilih banyak menu untuk mengisi perut gadis itu.

Jingga bingung. "Emangnya kenapa, Bi?"

Asisten rumahnya menggeleng cepat. "Enggak kok, Non. Bibi kaget aja."

Rita mengelusi puncak rambut gadis itu. "Pesen sepuasnya, buat anak mama apa, sih, yang nggak? Tapi, jangan gorengan, ya?"

Jingga mengangguk cepat. "Makasih, Ma."

"Gue beliin, ya." Eno tersenyum, membuat Jingga lagi mengangguk.

Rita sontak berujar menolak. "Enggak usah. Sopir Mama ada. Nanti Bapak aja yang beli."

"Biar Eno aja, Ma. Eno tau tempat makanan enak."

Rita mengeluarkan uang di dalam dompetnya hendak memberikan uang kepada sopirnya, namun pemuda itu langsung menghadangnya.

"Aku punya uang, Ma."

"Udah kamu di sini aja. Mama gak enak, ini uangnya, Pak."

Sopir rumahnya yang bingung, hanya diam, membuat mata Rita menajam.

Pak Joko tergagap. "Iya, Bu, kalau Eno mau beli sama saya aja kalau gitu."

"Sama Bapak, No. Jangan ngebantah ucapan orang tua."

Hey! I Just Want You!Where stories live. Discover now