BAB 12 [Lebih dari Obsesi]

102 14 0
                                    


"... aku tidak pernah tahu seberapa jauh waktu kamu untuk jatuh cinta bersamaku.

Dalam benakku, hanya tertancap satu khusus. Hanya namamu, namamu yang abadi.

Di sini, di hati kecil. Bersama namaku."

Jingga meletakkan penanya di saku dan menggulung surat yang sudah selesai ia tulis untuk diikat dengan pita merah.

Semester dua di bangku kelas sebelas hampir berakhir membuat Jingga mengubah wajahnya murung dan sekaligus lelah, karena waktu gadis itu tinggal sedikit untuk mendapatkan hati Iqbal.

Mood-nya bertambah hancur saat gadis itu harus melihat informasi dari mading kelas, karena minggu depan adalah ujian akhir untuk naik ke kelas dua belas.

Jingga tidak ingin waktu secepat ini berlalu. Dirinya masih ingin menikmati dengan santai dan tentunya memiliki tujuan mendapatkan hati seorang Iqbal, itu adalah impian Jingga yang masih ia perjuangkan.

Gadis itu berdiri dari duduknya, lalu mengambil satu kertas brosur yang tertempel paku di mading dan membacanya, dirinya mengerutkan kening, lalu terkekeh.

Pemandangan yang akhir-akhir ini membuatnya merasa tidak percaya diri.

"Karin cantik sedangkan gue bukan apa-apanya."

Gadis itu tersenyum miris dan kembali meletakkan brosur tersebut pada tempatnya.

Jingga membuka gulungan dan ikatan pita merah disuratnya dan mengambil pena di sakunya untuk menulis satu kalimat harapannya yang terbesit baru saja di kepalanya. Harapan setiap tahun yang ia harapkan.

"Iqbal gue harap kita satu ruangan."

Setelah usai menulis, Jingga kembali menggulung kertas dan mengikatnya dengan pita merah.

Gadis itu menatap lurus dan melamun lama, memikirkan banyak hal yang tidak seharusnya dirinya pikirkan.

Pikirannya sendiri sudah sangat kacau, strateginya juga banyak sudah ia gunakan, tapi Iqbal masih belum mau menerimanya di hidup laki-laki itu.

"DOR!"

"Sialan!" Jingga terlonjak kaget dan mendesis kesal, lalu berbalik arah melihat satu laki-laki tertawa kencang.

"HAHAHAHA! Kocak!" ujar laki-laki itu melihat raut wajah Jingga.

"ENOOOOOO!" teriak Jingga dan hendak mencengkram rambut laki-laki di hadapannya, tapi gadis itu tahan.

"Gue bisa jantungan gara-gara lo, CK!" decaknya.

Eno menghentikan tawanya dan menunjuk brosur yang dipegang Jingga beberapa saat lalu.

"Karin cantik banget, Je. Multitalent, dia juga sekretaris OSIS, kesayangan para guru, ikut lomba sana-sini, incaran tiga angkatan, dan bagian anggota club voli sekolah kita juga," ujar Eno.

Mendengar itu, Jingga terkekeh. "Gak perlu lo sebutin juga gue tahu."

Eno menoleh dan menatap Jingga lama dan tersenyum tipis. "Saatnya lo berhenti, Je."

Jingga melotot dan dengan cepat menggeleng kepalanya menolak mentah-mentah. Bagaimana gadis itu menyerah begitu saja? Kamus tebal di kehidupannya tidak akan bisa menerima kata menyerah.

"Gue gak bakal nyerah!" Gadis itu memutar bola matanya, karena merasa ucapan Eno adalah omong kosong. Eno sialan, dia pikir laki-laki itu akan mendukungnya dan menyemangatinya setelah memuji Karin, ternyata tidak dan malah menyuruhnya selemah ini.

"Gue cuma kasihan sama Karin."

"WHAT?!" pekik Jingga.

Lontaran Eno benar-benar tidak masuk akal.

Hey! I Just Want You!Where stories live. Discover now