BAB 76 [Waktu yang Cepat] [END]

152 11 7
                                    

"Hasil penantian tak ada artinya, bila tidak belajar cara mensyukuri. Terlihat selamanya nyatanya segala semu yang merusak."

000

Setelah menjalin hubungan bersama, Jingga dan Iqbal seolah lupa tentang duka mereka. Keduanya seperti pasangan yang bahagia, semua mereka bagi dalam satu atap, hingga Iqbal memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di kota mereka dulu.

Hubungan mereka menjadi LDR. Berbagai pesan, telepon, dan video call mereka lakukan. Jingga bahagia, gadis itu bahagia. Terkadang pula kebahagiaannya ia bagi kepada Leo yang sudah menemaninya di kota asing ini. Leo pun senang, setidaknya Jingga punya semangat lagi untuk menyelesaikan sarjananya.

Keduanya sama-sama sibuk mengejar impian, hingga dua tahun berlalu, Jingga sudah mempersiapkan diri mulai dari wisuda dan mencari pekerjaan yang cocok untuk dirinya. Dua tahun berlalu? Yeah, keduanya akhirnya memutuskan untuk bertemu lagi. Pertemuan ini mereka lakukan untuk mengikat hubungan mereka ke dalam jenjang yang serius.

Keduanya sama-sama sibuk mengumpulkan banyak uang. Iqbal seorang sarjana teknik sipil diam-diam membangun rumah untuk keduanya tinggal dari hasil bekerjanya selama satu tahun ini. Bengkel pemuda itu juga sudah tiga cabang di kota ini, Iqbal bahagia dengan semua pencapaian yang ia dapat.

Mereka bertemu, keduanya dibuat menangis haru, mendengar kabar Jingga kembali, Fani langsung membatalkan penerbangannya ke Singapura. Fani merindukan sang sahabat.

Berbagai rentetan peristiwa yang dilalui ketiganya menciptakan memori yang berkesan, mereka hidup bahagia hingga tiba hari ini.

Kini Jingga sedang duduk di meja rias dibantu oleh Fani. Ini adalah hari pernikahan gadis itu.

"Gue masih nggak nyangka, Fani," ungkap Jingga meneteskan air matanya.

Fani terkekeh. "Apalagi gue, Iqbal berengsek."

Jingga menatap dirinya di depan kaca bersama Fani di belakangnya.

"Gue bakal ciptain keluarga yang hangat Fan, gue janji semisal gue punya anak gue bakal bangun keluarga yang manis, semuanya bakal baik-baik aja."

"Iya, Je. Gue percaya dan gue selalu berdoa."

Jingga menatap wajahnya lagi, gadis itu mengulas senyum. Sekarang Iqbal menjadi milik gadis untuk selamanya, mereka akan selalu bersama hingga mautpun tidak bisa memisahkan mereka.

000

"Kamu simpen bajuku di mana, Sayang?"

Jingga yang sedang berkutat dengan laptop menoleh pada Iqbal. "Kemarin aku cuci, coba kamu liat di atas balkon."

Gadis itu menatap Iqbal dalam. "Mau ke mana malem-malem gini?"

Iqbal mengangkat satu alisnya. "Kerja, mau ke mana lagi?"

Jingga menghela napasnya. "Kamu harus istirahat."

Iqbal mengangguk dan mendekat pada Jingga untuk mencium pipi sang istri. "Maaf, Sayang. Malam ini aku urusan, aku harus ngitung banyak hal, Sayang."

"Aku mau kerja dulu, ya." Setelah mengatakan itu, Iqbal kembali mengecup kening Jingga, membuat Jingga mengangguk pasrah.

Iqbal tersenyum dan perlahan keluar dari kamar. Jingga menatap punggung sang suami, ia merasa bahagia melihat Iqbal yang begitu banyak berubah, ternyata Iqbal seorang yang hangat dan manis bila diajak berbicara, kemudian tiba-tiba terdengar suara ponsel milik gadis itu.

Hey! I Just Want You!Место, где живут истории. Откройте их для себя