BAB 47 [Jalan Bareng?!]

81 13 3
                                    

Lelucon siang ini mampu membakar hanguskan Fani. Pasalnya, kalimat yang Jingga lontarkan membuatnya geleng-geleng kepala. Gadis itu tak habis pikir.

"Berisik?" kekeh Fani, lalu gadis itu memicingkan matanya pada Jingga.

"Lo ngomong sekali lagi, Je! Biar kuping gue bisa mencerna komedi hidup lo kali ini. Hanya karena lo berisik Iqbal nolak lo?!"

"Sssst!" Jingga menutup mulut Fani membuat gadis itu memutar bola matanya dan meronta-ronta.

"Pelan-pelan aja ngomongnya," cicit Jingga. "Gue nggak mau jadi bahan guncingan dan disangkutpautkan sama hubungan mereka yang renggang."

"Tapi, ini nggak masuk akal, Je!" Jingga menaikkan satu alisnya, merasa bingung. "Enggak masuk akal gimana, Fan?"

"Ya, alasannya nggak bisa diterima mentah-mentah, kalau lo emang suka ngomong dan ceria itu kan, ciri khas lo. Kalau Iqbal nggak suka lo banyak omong, lo harus bisa dong nggak suka, karena dia selalu bikin lo sakit, Je?'

Jingga menggeleng, tetap pada pendiriannya. "Lo nggak bisa jugde orang kayak gitu, Fan. Tipe orang lain nggak bisa lo atur sesukanya. Gue suka Iqbal ya, karena gue suka."

Sial. Fani rasanya ingin mencakar wajah Jingga sekarang juga, rasanya benar-benar tidak percaya. Jingga benar-benar kehilangan akal dan tidak
sadar-sadar tentang kode Iqbal agar berhenti mencintai pemuda itu. Fani tidak akan menyalahkan Iqbal soal ini lagi, baginya Jingga lah yang salah telah menaruh perasaan sedalam itu kepada Iqbal, sang pujaan hati.

"Apa karena Iqbal suka cewek kalem makanya dia ngincer Karin?"

"Maksud lo?!" tanya Fani, dia tidak ingin apa yang dia pikirkan Jingga ini kembali membuatnya bersemangat untuk membuat strategi baru untuk mendekati Iqbal lagi. Sudah cukup, Jingga tidak boleh mengubah dirinya hanya untuk disenangi.

"Ya, lo bisa simpulin, Fan. Apa gue-"

"SSSTTTT!" Fani sontak meletakkan jari telunjuknya di bibir Jingga. "Sekarang mending lo fokus ke diri aja, Je."

"Fokus ke diri sendiri demi melupakan itu cuma omong kosong," balas gadis itu. Dirinya sudah melakukannya, tapi pada akhirnya, hidupnya akan kosong dan akan kembali ditarik untuk terus melupakan, semakin keras gadis itu untuk tidak jatuh cinta semakin dalam perasaanya untuk mencintai. Jingga benci mengakui itu, tapi mau bagaimana lagi, hidupnya sudah cukup untuk berlari pada sesuatu yang berusaha lepas darinya.

"Gue suruh lo deketin Eno, lo nggak mau. Gue suruh lo berhenti alasan lo suatu saat dia bakal luluh. Gue biarin aja, malah lo semakin tolol. Sekarang, gue minta lo ikhlasin dan lupain itu kodok zumba lo nggak mau. Sekarang lo maunya gimana?" Fani sudah pasrah, benar-benar pasrah. Gadis itu bingung tentang Jingga yang tak pernah kunjung mendengarkan sarannya.

"Ya, ikuti kemauan Iqbal," balas Jingga sekenanya.

Fani menggembrak mejanya, merasa kalut. "Lo gila. Apa otak lo sedangkal ini, Je?! Sampe-sampe rela jadi apa aja buat seseorang yang bahkan muak kalau lo ada di sampingnya!"

Gadis itu naik pitam, beberapa orang yang berada di kantin menoleh ke arah meja mereka, membuat Fani berdehem dan kembali duduk.

Jingga terkekeh geli. "Kata siapa? Iqbal kemarin meluk gue, Fan. Iqbal percaya bahwa gue bisa membantu masalah dalam hidupnya, dia juga nangis di pundak gue. Apa itu nggak cukup?"

"Enggak, sampe Iqbal bilang dia cinta mati sama lo."

***

Nyaris saja Karin telat, gadis itu sempat berlari demi mengejar waktu agar tak membuat seseorang menunggunya. Hatinya benar-benar kacau, gadis itu melihat punggung pemuda yang sedang membelakanginya.

Hey! I Just Want You!Where stories live. Discover now