BAB 21 [Pertanyaan Karin]

72 15 0
                                    

Matanya yang tajam melirik lurus, seolah ada sesuatu yang tak pernah lepas dari pandangannya, seperti ada hal gila yang sangat menganggu pikirannya akhir-akhir ini.

Gadis itu merasa ini tidak berjalan sesuai apa yang ia lakukan setiap harinya, semenjak hubungan ini; ia izinkan untuk lebih dekat. Dia ingin rasanya membuat orang-orang di sekitarnya mengerti gadis itu hanya ingin bahagia dengan caranya sendiri bersama satu laki-laki yang entah kapan mengutarakan perasaannya lagi dan menjadi miliknya agar ia bisa mengikatnya.

"Kar, aku ke kelas dulu." Karin menghentikan pikiran konyolnya itu dan beralih ke sampingnya, lalu tersenyum.

"Hati-hati, Bal." Iqbal mengangguk dan mengusap rambut panjang itu dengan lembut, ia tersenyum ikut membalas.

Iqbal menatap raut wajah Karin, gadis dengan wajah lonjong dan cantiknya berhasil menyentuh hatinya. Dirinya tidak bisa membayangkan, jika suatu saat harus berpisah dengan Karin. Bagaimana perasaannya nanti pasti akan sangat hancur, karena Iqbal sangat menyukai Karin.

"Kamu masih niat untuk ikut tanding bola voli?" tanya Iqbal berusaha mencari bahan perbincangan sebelum ia pergi ke kelasnya. Dirinya masih merindukan Karin didekatnya.

Karin mengangguk. "Kalau aku gak ikut semuanya bakal berantakan, Bal."

"Kenapa berantakan? Tanpa kamu kayaknya gak berefek apa-apa. Ini lumayan capek, Kar."

"Aku yang bisa handle semuanya, semua ikut rencana dan pikiranku, kalau aku gak ikut mungkin bakal ngerusak citra IPS satu."

Iqbal mengerti, gadis di depannya ini merupakan sosok siswi ambis yang segalanya harus ia lakukan sendiri agar mendapatkan sesuatu yang memuaskan.

"Ini cuma perlombaan kelas, kamu harusnya istirahat ... sudah banyak ikut kegiatan waktunya istirahat untuk bernapas."

Gadis itu menatap bola mata Iqbal sangat dalam, mata pemuda di sampingnya seolah menyihirnya ada sesuatu di sana menarik perhatian Karin. Gadis itu tersenyum manis dan meraih tangan Iqbal.

"Aku bisa, Bal ...," lirih gadis itu berusaha menyakinkan, membuat Iqbal akhirnya pasrah dan menghela napasnya.

"Aku percaya sama kamu," balas Iqbal setengah mati untuk tidak mencari masalah dengan Karin. Gadis itu pasti akan punya banyak pikiran jika dirinya terus melarangnya bersama dunia Karin yang sebelum ia datang sudah dibangun indah.

Karin terkekeh dan mencium tangan Iqbal, ia bisa bernapas lega, Iqbal tidak bersikap seperti apa yang ia pikirkan dahulu, Karin mengira Iqbal pemuda dengan banyaknya perempuan di sampingnya, tapi gadis itu salah besar.

"Bal, kamu suka aku, kan?" Iqbal mengerutkan keningnya saat tiba-tiba saja pertanyaan aneh keluar dari mulut Karin.

"Lebih dari itu," balas Iqbal.

"Kamu nanya gitu seolah ada kebohongan yang aku simpen." Iqbal menyipitkan matanya curiga.

Karin terpaku. Dirinya sedang membangun rasa percaya dirinya, semenjak gadis penganggu mulai masuk ke dalam hidupnya yang manis, hidupnya kini berubah pada rasa takut.

"Bukan gitu, cuma takut, kamu ninggalin aku."

"Tenang aja, Kar." Iqbal meraih pipi Karin dan mengusapnya pelan dengan tangannya. "Yang harus takut itu aku," lanjut Iqbal sambil terkekeh.

Mendengar itu Karin menggeleng. "Aku yang harus takut."

"Gak, aku."

"AKU!"

"Aku, Kar ..."

"AKUUU IQBAL!"

"Oke, kita." Karin tertawa saat melihat ekspresi Iqbal yang pasrah, membuat Iqbal yang melihat pemandangan itu langsung mencubit hidung Karin gemas.

"Mau ke kelas dari tadi gak jadi."

"Salah sendiri, sih, betah banget sama aku."

"Sama orang cantik mah betah terus!" celutuk Iqbal menahan senyumnya.

"Kalau aku gak cantik, kamu gak mau betah?"

"Betah. Sebelum ketemu sejak itu aku sudah merasakan sesuatu yang aneh saat kamu kirimi aku pesan, aneh yang berarti aku tertarik. Aku gak pantes milih apalagi jadiin kamu pilihan. Aku jelek dan seharusnya tahu diri."

Karin tertegun, gadis menggigit bibirnya saat Iqbal mengungkit hari pertama Karin berusaha menarik simpati Iqbal.

"Kamu ngomong apa, sih, Bal. Kamu itu ganteng tauk! Semua orang berhak milih."

Iqbal terkekeh geli. "Kamunya ngomong gitu supaya aku lega aja."

Karin terdiam, masih membayangkan jika Iqbal memilih gadis itu, Karin membayanginya saja sudah berkedut jijik, bagaimana itu nanti bisa terjadi, mungkin gadis itu akan dibuat jahat olehnya.

"Berarti aku bukan satu pilihan dalam hidup kamu. Tentang ... Jingga?"

Raut wajah Iqbal langsung muram, laki-laki itu menatap Karin diam dan membuang mukanya. Entah kenapa semua orang selalu ingin membahas gadis itu, Iqbal menarik napasnya dalam.

"Pilihan itu tergantung diri aku!" ketusnya. Karin benar-benar pandai membuat atmosfer disekitarnya memanas. Iqbal tidak menyukai situasi tersudut seperti ini.

Berapa kali Iqbal harus meneriaki semua orang, laki-laki itu sama tidak menginginkan Jingga dalam hidupnya, jika pernah sekalipun pastinya Iqbal akan memulai perbincangan dengan Jingga, tapi semuanya berbanding terbalik. Iqbal sama sekali tidak tertarik dengan gadis berisik yang sok polos itu.

"Kamu bilang kamu gak milih-milih."

"Ya ...." Iqbal terdiam memikirkan sesuatu yang pas untuk keluar dari mulutnya, supaya Karin, gadis itu tidak salah paham dengannya.

Hati dan pikirannya menepis kuat semua itu.

"Jingga itu beda, mau sampai kapan pun Jingga cuma seorang cewek pengganggu yang mampir ke hidup aku, Kar."

"Beda? Berarti kamu melihat sisi beda Jingga dan kamu tentunya akan menyamakan aku dengan perempuan lain."

Helaan napas panjang terdengar, Iqbal benar-benar bingung dibuatnya.

"Kar, berhenti berbicara tentang perempuan itu. Sama sekali gak pernah terbesit pun tentang dia kalau aku sama kamu, sampai kapanpun itu. Kamu bisa pegang janji aku."

"Sampai kapan pun?" tanya Karin memastikan.

"Iya, sampai kapanpun."

***

Hey! I Just Want You!Where stories live. Discover now