BAB 53 [Perasaan Tak Sampai]

70 10 0
                                    

"Aku tidak mampu mengukur betapa menyakitkan luka ini, yang telat kusadari adalah ketidakmampuan mengurusi luka yang menjadikan hatiku perlahan mati." - Jingga

***

Iqbal mendesis, memandang dua gadis yang berlarian saling melempar pasir pantai. Tidak perlu mengukur luasnya dunia, bahkan kota yang ia anggap rumah ini juga sudah cukup untuk pemuda itu bersembunyi, tapi kenapa? Kerap kali ia menjauh, Tuhan mendekatkannya pada sosok gadis bernama Jingga. Tempat mana lagi yang harus ia pijak di kota ini agar sehari saja tidak bertemu Jingga. Iqbal muak dan tanpa sadar menggerutu tentang kesialan yang menimpanya hari ini.

Karin yang asik mengunyah cemilan dengan ponsel di genggamannya merasa sadar tentang perubahan tingkah laku Iqbal yang secara tiba-tiba terlihat gelisah, Karin lalu meletakkan ponsel dan menaikkan satu alis kanannya.

"Sayang kenapa?"

"Hah?" Iqbal gelagapan, ia kemudian berdehem. "Enggak, cari tempat lain aja gimana?"

Karin mengerutkan keningnya. "Kenapa tiba-tiba?" Gadis itu mengedarkan pandangannya. "Tempatnya nyaman, teduh, dan gak banyak orang."

"Gimana ke taman aja?"

"Aku tanya kenapa tiba-tiba?"

"Enggak apa-apa, cuma kurang nyaman."

"Sini aja ya, yang? Aku lagi live, pencahayaannya bagus."

"Hum, yudah." Iqbal memutuskan pasrah, pemuda itu melihat Karin yang asik dengan kegiatan siaran langsungnya, membuat Iqbal mau tak mau harus melihat Jingga dan Fani bercanda ria.

Tak bisa dipungkiri, pemuda itu penasaran apa yang dilakukan kedua gadis itu. Beberapa saat menonton keseruan keduanya, Iqbal mengulas senyum ketika melihat Jingga terjerembab dan mencium tanah, yang menimbulkan gelak tawanya pelan.

"Tolol, cowok di dunia ini banyak, tapi yang dia pilih tanah buat dicium," batin Iqbal melihat tingkah ceroboh Jingga, pemuda itu tak berhenti terkekeh geli, ketika melihat wajah Jingga dihiasi banyak pasir bercampur lumpur pantai.

"Haaaah!" Karin mendesah sembari merentangkan kedua tangannya, karena sejak tadi duduk pinggangnya terasa sakit.

Gadis itu mengetuk jarinya di atas meja, memandangi Iqbal yang terkekeh tak henti, yang membuat Karin mengikuti arah ke mana Iqbal melihat.

Dirinya baru menyadari, dua gadis yang berusaha ia hindari kini ada di satu tempat dan waktu bersamanya. Tidak bisakah dirinya sehari tenang tanpa keduanya? Karin kesal saat perhatian Iqbal yang harusnya ke arahnya malah justru tertuju pada kedua gadis yang sedang berlarian. Gadis itu juga sadar betul, bukan kedua gadis yang ia perhatian melainkan Iqbal hanya memperhatikan Jingga, bukankah yang menjadi gadisnya ada di sini, lalu kenapa Iqbal masih memandang gadis lain? Hati Karin dibuat sesak.

Karin berdehem, membuat Iqbal ikut menoleh. Iqbal dapat melihat wajah Karin yang kesal.

Pemuda itu berkernyit heran dan berkata, "Kenapa sayang? Ada yang komen bikin kamu bad?"

"Enggak. Cuaca mulai bikin gerah dan mau sore banget, nih," ungkap Karin menepis kekesalannya. "Gimana mandi pantai bareng?"

"Aku gak mau," tolak Iqbal.

"Kenapa gak boleh?"

"Bukannya aku ngelarang kamu, tapi sekarang kita masih pake baju seragam sekolah, rok kamu itu nanti gimana? Kalau ada yang lihat?"

Karin terkekeh. "Di mobil kamu ada beberapa baju gantiku, kamu lupa, ya? Nanti aku pake celana penjang yang kemarin aku staycation sama temenku."

Hey! I Just Want You!Where stories live. Discover now