BAB 37 [Ponselnya yang Tertinggal]

76 12 0
                                    

Sebanyak apapun cintaku untuk kamu, bagimu kita tetaplah dua orang asing yang tidak sengaja menjadi cerita di hidup masing-masing. Aku dengan cerita cintaku dan kamu dengan cerita sialmu.

***

Mata Jingga menatap Iqbal, begitupun sebaliknya. Kedua-duanya sama terdiam. Pemuda itu memperhatikan Jingga yang terpaku. Iqbal sejujurnya sedang menanti jawaban dari sosok gadis di depannya, berharap dirinya bisa menebus rasa bersalahnya pada Jingga.

Jingga yang sedang memikirkan puluhan pertimbangan mengembuskan napasnya, gadis itu akhirnya menemukan jawaban yang pas.

Dengan hati yang ragu Jingga mulai berbicara, "Enggak." Gadis itu menundukkan kepalanya seusai memberi jawaban, di sisi lain ia senang jika Iqbal meneraktirnya makan, akan tetapi ia tidak bisa menerima permintaan itu.

"Je?" Jingga memberanikan dirinya, dia menatap Iqbal serius, gadis itu tidak akan ingin, jika Karin melihat keduanya sedang bersama.

Dengan kesadaran penuh juga Jingga tahu bagaimana rasanya menjadi Karin, jika mengetahui pacarnya sedang bersama gadis asing seperti Jingga di hidup Iqbal.

"Gue gak bisa, Bal." Gadis itu memberanikan dirinya kembali berbicara dan tidak lepas menatap kedua bola mata Iqbal.

"Gue bisa makan sendiri, gue juga bisa bayar sendiri. Lo gak perlu repot-repot." Jingga tersenyum. "Soal kamus itu lo gak bersalah, Bal. Gue cuma mau nolongin lo, mau bales budi soal pembalut itu."

"Terima kasih sudah mau peduli sama gue." Seusai mengatakan itu, Jingga melangkah keluar UKS dan melihat Fani yang sedang berbicara dengan Eno.

Gadis itu menarik tangan Fani agar ikut bersamanya.

"Ayo, Fan. Gue sekarang baik-baik aja."

"Eh, tunggu dulu."

Jingga menoleh ke samping Fani. "Kenapa lagi?"

"Lo lupa? Ada Eno!"

Jingga menepuk jidatnya, gadis itu kembali mundur dan terkekeh.

"No, gue sama Fani balik ke kelas, ya. Bel masuk semenit lagi."

Eno mengangguk. "Gue harap tadi Iqbal gak nyakitin lo."

***

Iqbal meraih beberapa buku mata pelajaran di atas tasnya dan meletakkan di atas meja. Pemuda itu menemukan Eno yang sedang berjalan ke arahnya.

"Lo tadi ngomong apa sama Jingga?"

Iqbal mengangkat bahunya. "Gue juga gak ngerti sama jalan pikirannya."

"Jalan pikirannya yang mana?" tanya Eno. Eno meraih pulpen dan memutar-mutarnya.

"Gue mau traktir dia di kantin, tapi dianya gak mau. Gue gak maksa juga."

Eno yang mendengarnya terdiam dan mengentikan jarinya memutar-mutar pulpen milik Iqbal. "Kayaknya jalan pikiran lo yang gak bisa dimengerti."

"Gue mau traktir cuma pengen menebus kesalahan gue, gara-gara gue, dia dihukum."

"Ada banyak cara buat nebusin rasa bersalah lo, lo gak perlu ngajak Jingga makan bareng, lo sama aja nyakitin Karin, pacar lo itu."

"Terus gue harus gimana?"

"Dengan lo bawa kamus sendiri?"

***

Iqbal berdiri di samping pintu ruang OSIS, pemuda itu menyandarkan dirinya di dinding dan memejamkan matanya, menunggu Karin yang sedang rapat bersama beberapa orang di dalam.

Hey! I Just Want You!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang