BAB 6 [Mendatangi Seseorang]

143 19 3
                                    

Jingga memejamkan matanya, berusaha menetralisir napasnya yang terengah-engah. Setelah merasa lega, ia meminggirkan sepedanya di depan toko.

Gadis itu berkacak pinggang, merasakan gerah luar biasa, jarak toko dengan sekolahnya begitu jauh.

Jingga memperhatikan kondisi toko yang agak ramai, dirinya bisa bernapas lega, karena ia sampai dengan selamat.

"Tarik napas Jingga, huh!" Dirinya merasa mulai membaik.

"Neng Jingga!" panggil seorang tiba-tiba, Jingga menoleh dan membuat gadis itu sontak membuka helm sepedanya yang ia kenakan dan meletakkan tas di gendongannya ke rak sepeda.

"Ya Allah, neng!" Ika berteriak, "Gak nyangka banget Jingga bisa ke sini setelah sekian lama!" lanjutnya lagi dengan girang.

Jingga melambaikan tangannya, menemukan Mbak Ika yang heboh melihat kedatangannya.

"MBAK IKA HALO!" balas gadis itu, membuat tawa Ika terdengar keras. Jingga langsung melangkah menghampiri Ika dan memeluk wanita itu erat.

"Jingga boleh ngomong sebentar?" Ika melepaskan pelukan mereka dan menuntun Jingga untuk duduk di bangku depan toko.

"Duduk-duduk, neng! Bentar mbak Ika suruh Irfan buatin minum." Jingga memegang tangan Ika dan menggeleng pelan, gadis itu tersenyum. "Jingga mau ngomong sebentar sama mbak."

Jingga duduk diikuti Mbak Ika yang duduk di samping gadis itu, dirinya terkekeh, "Mau ngomong apa, neng?"

"Neng gak izin dulu ke mama buat ke sini?"

Jingga menggaruk-garuk kepalanya merasa bingung memulainya dari mana. Gadis itu berdehem pelan.

"Gak sempet izin soalnya pulang sekolah langsung ke sini. Em, aku mau ambil gajiku yang setahun, mbak," balas gadis itu.

Mbak Ika menautkan kedua alisnya sembari bertanya, "Emang dipake buat apaan, Neng? mamanya neng Jingga lagi ada masalah keuangan?"

Jingga menggeleng cepat. "Aku lagi butuh buat beli sesuatu, gak enak kalo minta sama mama, mbak," balas gadis itu pelan.

Mbak Ika manggut-manggut, akan paham situasi Jingga saat ini.

"Neng Jingga sudah jarang ke sini, gak mau kerja sama Mbak Ika lagi? Jagain toko, mbak Ika gak ada temen ngobrol di sini. Pegawai toko baru mbak cowok, jadi sungkan."

Jingga menggeleng. "Maaf, mbak. Mama kalau tahu Jingga kerja diem-diem bakal marah lagi, tapi Jingga usahain datang setelah pulang sekolah buat ngobrol sama mbak Ika."

Ika meraih tangan kanan Jingga dan menepuk-nepuknya pelan. "Kenapa Jingga gak jelasin pelan-pelan ke mama? Pasti dia ngerti, kalau Jingga di rumah kesepian."

"Hitung-hitung Jingga bisa belajar banyak di sini, mbak Ika kangen kamu di sini, ayo!" desak Mbak Ika penuh harap.

Jingga merasa bersalah dengan mbak Ika, karena lima bulan yang lalu mengundurkan diri secara tiba-tiba dari pekerjaan menyenangkannya. Dirinya menundukkan kepalanya, memikirkan jawaban apa yang pas agar terlontar sopan.

"Em, aku belum bisa, mbak," balas gadis itu.

Akan mengerti, Mbak Ika akhirnya memilih pasrah, wanita itu tersenyum. "Sebentar, ya, neng. Mbak Ika ambil uangnya."

Hey! I Just Want You!Where stories live. Discover now