BAB 67 [Hujan dan Ceritanya)

76 10 1
                                    


"Terlalu banyak berpikir, akan terjebak pada kemungkinan meraih sebuah keuntungan, nyatanya ada badai yang besar yang akan membuat kalah." - Iqbal

***

Hujan membasahi kota Pangkal Pinang sejak sore tadi, seorang gadis melirik jam di tangannya, sekarang pukul tujuh malam. Dirinya tidak bisa tenang, karena seseorang yang ia nantikan tak kunjung datang. Gadis itu terduduk dan memijit pelipisnya, lalu perlahan memejamkan matanya.

Tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar. Ia dengan segera membuka matanya dan berjalan untuk membuka pintu rumahnya dan menemukan sosok pemuda yang sudah basah-basahan, membuat ia dengan cepat berjalan samping pintu untuk mengambil handuk.

Gadis itu meraih tangan pemuda itu dan mengelapnya pelan. Lalu, menutup pintu.

Dengan nada khawatir ia memegang dahi pemuda itu, seraya berkata, "Astaga, kamu dari mana aja, Yang?"

"Sekolah, aku ketiduran."

"Aku khawatir sama kamu."

Pemuda itu mencium keningnya dengan lembut.

"Aku minta maaf, ya?"

Gadis itu mengangguk. Dengan tangan yang telaten, ia melepas kancing baju milik pemuda yang ia panggil 'Yang' itu dan membantunya mengeringkan rambut serta badannya yang basah.

"Aku capek." Setelah mengatakan dua kata itu, sosok pemuda bertelanjang dada, langsung berjalan menuju kamar mandi.

"Ada masalah lagi di tempat tongkrongan kamu?"

Ia yang hendak menutup pintu kamar mandi menggeleng kepalanya.

"Enggak ada sayang. Aku cuma lagi kecapean aja."

***

PORRR!

"Aishh! Siapa yang letakin piring di sini?!"

Iqbal membuka matanya, pemuda itu tersentak saat mendengar suara benda yang terjatuh dan teriakan seseorang.

"Bal? Lo di mana?"

Iqbal berdecak kesal, ketika Eno yang mengganggu tidur sorenya. Pemuda itu bangun dan membuka horden yang membatasi ruang istirahatnya dengan bengkel.

"Gue di sini aja."

"Tumben nggak bucin sama Karin?"

"Gue ngantuk." Iqbal sejujurnya berusaha untuk menjauhi gadis itu, entah kenapa dirinya perlahan melupakan rasanya, sekarang isi kepalanya dipenuhi nama Jingga, coba aja sejak dulu Iqbal mengakui perasaannya. Dirinya akan lebih bahagia, karena dicintai sehebat itu oleh Jingga.

Iqbal menepis pikirannya, dirinya tidak ingin memusingkan kepalanya untuk sementara waktu.

"Ngelamun aja lo, duh."

"Kenapa lo?" tanya Iqbal melihat wajah Eno yang terlihat gelisah.

"Sejak tadi orang-orang nelponin gue anjir, nanyain lo. Pak Slamet minta lo ke sana buat cek motornya!"

"Mobil gue abis dicuci, bentar lagi hujan, lo gila?!"

"Pake mobil bokap gue aja."

"Gimana anjir?" Iqbal tidak habis pikir dengan Eno.

"Udah ikut apa kata gue! Lo ke sana! Kasihan nanti anak Bapak Slamet nggak bisa ke sekolah besok."

"Gue naik motor aja, lo jaga ya, bengkelnya."

"Aman."

Iqbal meraih helm dan berjalan menuju motornya dengan membawa perlengkapan yang akan ia bawa, setelah itu melesat pergi, meninggalkan Eno sendirian di bengkel.

Hey! I Just Want You!Where stories live. Discover now