BAB 69 [Kegilaannya]

78 10 0
                                    

"Terjadi sesuatu yang membingungkan. Hal yang pasti tidak mungkin, kini dengan sekejap berubah dan takdir membalikkan semuanya." - Jingga

000


"Lo kurang ajar emang, Bal!" Eno berdecak. Pemuda itu melepaskan helm yang ada di kepalanya.

"Relain Bapak lo demi ngehindar Karin."

"Gue pusing anjir!" Iqbal ikut melepaskan helm di kepalanya. Keduanya berjalan ke warung berencana untuk duduk-duduk santai.

"Thanks, bro. Akhirnya lo bisa diandelin!" Pemuda itu terkekeh dan duduk di hadapan Eno, untung saja dirinya dengan cepat menghubungi sahabatnya lewat pesan WhatsApp, jika tidak Iqbal harus menghadapi situasi yang sulit. Jangan lupakan berkat Bapak dan Ibunya yang sedang ada di luar kota untuk memesan peralatan bengkel, membuat alasannya terdukung sempurna.

"Berengsek lo!" maki Eno. Ia bingung kenapa Iqbal berubah drastis, bahkan dulu Eno menganggap Iqbal sudah buta dengan cinta yang membuatnya terus-terusan lengket dengan Karin, kini berbanding terbalik.

Iqbal tertawa renyah, lalu meraih ponselnya untuk memperhatikan wallpaper yang membuatnya tersenyum lebar..

"Mbak pesen kopi dua!" teriak Eno, membuat mbak penjaga warung bernama Asti mengacungkan jempolnya.

"Oh, iya." Iqbal tersadar. "Bengkel gue udah lo tutup?"

Eno mengangguk. "Sekarang lo mau ke mana anjir? Di rumah ada Karin, cok!"

Kalaupun nanti Iqbal ke rumahnya, pasti akan membuat Karin curiga melihat motor milik Iqbal terparkir di halaman rumah pemuda itu, di sisi lain Eno tidak suka dengan suasana rumahnya, yang membuat pemuda sering bersama Iqbal tiga tahun terakhir.

"Ke rumah Jingga," jawab Iqbal. Ia yang hendak bangun langsung dicegah oleh Eno.

Maksud Iqbal apalagi? Kenapa dengan lancangnya pemuda itu berbicara, bukankah Iqbal sangat membenci gadis itu. Apa Iqbal sudah gila, Karin sebagai pacarnya saja dihindari seperti ini, lalu gadis yang selama ini ia anggap sebagai benalu berusaha ia permainkan. Tidak-tidak! Eno tidak akan membiarkan Iqbal berbuat seenaknya.

Eno menggeram. "Mau nyakitin dia lagi?!" Nada suara pemuda itu naik satu oktaf.

Iqbal menggeleng. "Mau ngapel lah," jawabnya. Bukankah ini kemauan Jingga selama ini? Dicintai olehnya, pasti itu sebuah keberuntungan bagi gadis itu.

"Lo nggak tau malu anjir!" teriak Eno, ia tidak akan membiarkan Jingga terluka lagi. Sejujurnya diam-diam Eno menyukai Jingga, tapi berusaha pemuda itu tutupi, mendengar ucapan Iqbal yang sekenanya, membuat Eno harus waspada dan akan melindungi Jingga dari Iqbal.

Iqbal menggidik bahu, kemudian tersenyum. "Lo mau pulang, kan?"

"Enggak, gue mau hirup kopi di sini dulu. Kalau sampe lo-" Ucapan Eno terpotong saat Iqbal kembali bersuara.

"Kalau gitu gue duluan ada urusan," potong Iqbal.

Eno yang curiga berdecak. "Jangan macem-macem lo!"

"Enggak. Santai aja, haha." Iqbal mengedip matanya, membuat Eno merinding.

"Gue nggak bisa percaya sama lo berengsek!"

Iqbal menaikkan satu alisnya. "Lah? Lo kenapa jadi sensitif, No?"

"Iya, gue sensitif, karena lo pasti ada niat buruk sama Jingga. Lo juga harusnya sadar, Jingga gak ngejar-ngejar lo lagi, sadar woi! Roda sekarang nggak sama kayak lo nolak dia!"

"Banyak bacot!" sarkas Iqbal dongkol, Eno berdiri dan menahan tubuh Iqbal untuk melangkah.

"Kalau gue denger dari Fani lo ngapa-ngapain Jingga, nggak ada Eno sahabat lo lagi, Bal."

Hey! I Just Want You!Where stories live. Discover now