BAB 70 [Kesempatan yang Hilang]

58 6 0
                                    

Rita perlahan melangkahkan kakinya turun. Jingga memperhatikan mamanya mendekat ke arahnya membuat gadis itu menarik napas kasar, sedetik kemudian menoleh pada Iqbal yang sedang tersenyum lebar ke arah mamanya. Jingga beralih pada Fani yang membatu. Gadis itu mengepalkan tangannya kuat.

Sudah cukup. Tidak ada lagi permainan konyol, tidak ada lagi pemuda yang mempermainkan kehidupannya setelah ini.

Gadis itu memantapkan hati. Ia dengan yakin membulatkan tekadnya untuk menghentikan semua permainan pemuda itu. Dengan wajah penuh amarah, Jingga  menarik tangan Iqbal keluar, menciptakan keterkejutan dari Iqbal.

"Lo mau bawa gue ke mana?" Iqbal bertanya, membuat Fani yang menatap punggung keduanya terkejut dengan aksi Jingga dengan keras menarik Iqbal.

Rita yang ingin melangkah terurung, wanita itu menyipitkan mata melihat putrinya yang membawa seseorang. Mata rabun Rita membuat wanita itu kesulitan untuk mencirikan wajah pemuda yang dibawa putrinya itu. Fani yang melihat Rita di pertengahan tangga menghampiri untuk menahan Rita.

"Mama kenapa turun? Mama kan, lagi sakit." Fani membantu Rita naik ke tangga lagi untuk menuju kamar wanita itu.

"Tadi ada yang manggil mama, niatnya mama pengen ke kamar mandi," jawab Rita. Mendengar keributan di bawah ikut membawanya turun, ditambah ada yang memanggilnya dengan sebutan mama.

Fani tersenyum. "Biasa Ma, Eno."

"Masa, sih? Eno kan, sedikit berisi. Itu kurus, lho. Kalian bertiga ada masalah?"

Fani menggeleng. Gadis itu mendudukkan Rita di tepian kasur, lalu membaringkannya.

"Mama nggak boleh capek. Istirahat yang cukup," ucapnya sambil menarik selimut untuk Rita.

"Beneran nggak ada masalah? Firasat mama nggak enak."

Fani mengulas senyum. "Enggak ada, Ma. Udah, ya."

"Yudah," balas Rita. Wanita itu memperhatikan wajah Fani yang sedih.

"Kamu kenapa? Masalah papamu lagi?"

"Enggak, Ma. Mama tidur aja, biar besok bisa pulih dan bisa semangat lagi."

Rita mengangguk. "Mama nggak kenapa-kenapa, Fan."

"Alhamdulillah." Fani tersenyum dan mengelus puncak kepala Rita dengan lembut.

"Ah, Fani jadi kangen masakan Mama. Sudah dua hari ini, Fani dan Jingga makan makanan Bibi," ungkap Fani dengan bibir mengerucut.

Mendengar itu Rita tertawa. "Besok mama masakin kalian makanan yang banyak. Nanti mama tambah bakso kesukaan Fani. Suka nggak?"

Fani mengangguk semangat. Dari Rita, ia dapat merasakan kasih sayang seorang Ibu. Gadis itu sekarang menjadi beruntung bisa dikelilingi orang-orang baik seperti keluarga Jingga.

"Bahagia terus, ya, sayang."

Rita tersenyum, tangannya mengusap anak rambut Fani yang menghalangi wajah cantik putri keduanya itu.

Fani menoleh Rita. "Selalu dong, Ma. Kan, ada mama yang selalu bikin bahagia, kita janji bakal selalu jagain mama."

"Siap, putriku."

Gadis itu tertegun mendengarnya. 'Putriku?' Sehebat ini ya, kebahagiaan? Hatinya benar-benar bahagia.

"Ma, tolong panggil aku lagi kayak tadi."

"Putriku, Fani."

"Putriku yang pemberani."

Fani meneteskan air matanya. "Mama!" Gadis itu memberiku pelukan erat, membuat Rita ikut menangis.

Hey! I Just Want You!Where stories live. Discover now