03. Si Rajin dan Si Malas

44 9 9
                                    

Windy kembali bergelut dengan tugas yang menumpuk. Sekalipun tugas itu tak langsung dikumpulkan pada keesokan harinya. Tapi, Windy tetap mengerjakan hingga tuntas. Bagi Windy, mengerjakan tugas adalah hal utama yang harus dilakukan sebagi seorang murid. Itu adalah salah satu cara Windy bersyukur karena bisa masuk ke salah satu sekolah terbaik lewat jalur beasiswa.

Seseorang membuka pintu kamar Windy. Si pemilik kamar menoleh untuk melihat orang yang telah mengganggu acara belajarnya.

“Kak Windy!” panggil Rindu sembari merebahkan tubuh di atas kasur empuk Windy.

Windy kembali mengerjakan tugas yang hanya tinggal beberapa soal saja. Ia seperti sudah hafal dengan kebiasaan sang adik yang ketika lelah belajar, selalu pergi ke kamarnya. Entah untuk sekadar mencari teman mengobrol atau melarikan diri dari amukan sang ibu.

“Kak Windy, keluar bentar, yuk!” rengek Rindu.

“Keluar ke mana?” balas Windy dengan tangan yang masih sibuk menari di atas kertas.

“Gimana kalo beli mi ayamnya Pak Mukhlis?” tawar Rindu sembari bangkit dari tempat tidur Windy dan mendekat pada sang kakak.

“Bukannya tadi udah makan? Kenapa mau makan lagi? Nanti gendut, lho!” sahut Windy yang kini sudah selesai mengerjakan tugas dan menutup bukunya.

“Nggak apa-apa gendut. Asal sehat.” Rindu dengan ekspresi percaya diri tersenyum pada Windy seraya berkedip.

Windy bangkit dari tempat duduk. Ia menyipitkan mata, seolah mencium aroma mencurigakan dari Rindu.

“Tugas kamu udah selesai, belum?” tanya Windy.

Rindu tersenyum kikuk dengan menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Mimik wajah Rindu begitu muda dibaca oleh Windy. Walau Windy dan Rindu saudara, namun sifat keduanya berbeda. Windy sangat rajin belajar dan tak banyak bicara. Sedangkan Rindu malas belajar dan lebih suka bermain gim.

“Kerjain dulu tugasnya! Beli mi ayamnya kalo udah selesai ngerjain tugas!” tegas Windy pada sang adik.

“Lapernya sekarang, Kak! Kenapa malah disuruh ngerjain tugas sih? Mana bisa mikir otaknya kalo perut laper,” bantah Rindu dengan suara manja khas seorang adik pada kakaknya.

“Alesan mulu! Kalo gitu, Kakak bantuin ngerjain tugas. Habis itu, baru beli mi ayam.” Windy masih tak terpengaruh oleh sang adik.

“Ya udah deh kalo gitu,” ucap Rindu yang pada akhirnya menuruti sang kakak walau sedikit menggerutu.

***

Semilir angin malam berembus, membelai rambut Windy dan Rindu. Dengan satu es krim di tangan masing-masing, kakak-beradik itu berjalan bersama menuju warung mi ayam langganan mereka. Sesuai janji, Windy menuruti keinginan Rindu untuk beli mi ayam setelah selesai mengerjakan tugas.

Windy sibuk menjilati es krim. Sementara Rindu sesekali menyela dengan mengotak-atik ponsel sembari tertawa.

“Lagi baca apaan sih?” tanya Windy penasaran seraya melihat layar ponsel Rindu.

“Ini Kak, aku lagi baca cerita di wetpet. Gila, ini tuh lucu banget. Sesuai sama realita cinta temen aku,” jawab Rindu sambil menjilati es krim.

“Kalo baca wetpet aja semangat. Giliran ngerjain tugas malah ngantuk. Laperlah. Ada aja alasannya,” sindir Windy.

Rindu menghentikan kegiatan membacanya. Lalu, ia mengantongi ponsel dengan menggumam kesal. Terkadang, Rindu merasa sangat kesal pada Windy karena terlalu mengekang dan selalu menyuruhnya belajar. Memang tidak salah apa yang Windy lakukan. Hanya saja, pemikiran Windy dan Rindu yang berbeda terkadang menimbulkan konflik kecil antar keduanya.

All About You [END]Where stories live. Discover now